Sebutan sandal bandol mungkin jarang terdengar. Bandol adalah akronim dari ban bodol (ban bekas) dalam bahasa Banyumasan. Kerajinan sandal bandol menjadi salah satu keunggulan tersendiri bagi masyarakat Banyumas. Produk ini tidak saja dijual dan laku di Kota Purwokerto, tetapi juga telah turut dipasarkan di beberapa daerah lain.
Sandal dengan bahan dasar ban bodol (ban bekas) atau yang lebih dikenal dengan sebutan Sandal Bandol, telah menjadi salah satu ikon produk kerajinan di Kabupaten Banyumas, Jawa Tengah. Karena keunikannya, sandal bandol sering dicari oleh wisatawan sebagai oleh-oleh ketika berkunjung ke wilayah Banyumas.
Sejarah pembuatan sandal bandol (ban bodol) di Kabupaten Banyumas telah dimulai dari tahun 1950 an. Adalah Madseh, warga Banaran, Banyumas yang pertama mengawali pembuatan alas kaki dengan bahan dasar ban mobil bekas ini.
Pada waktu itu sandal bandol yang dibuat masih sangat sederhana, dengan cara pengerjaan yang sederhana pula. Memanfaatkan ban mobil bekas yang sudah rusak yang saat itu hanya menjadi limbah tak berharga.
Pembuatan sandal bandol kala itu juga masih menggunakan alat yang sederhana. Alat-alat yang digunakan hanya berupa pisau, palu, dan paku, sampai terciptalah sebuah produk alas kaki dengan bahan dasar ban mobil bekas.
Sandal yang dibuat saat itu semua bahannya berasal dari ban bekas, dan hanya menggunakan paku untuk merangkai bahan satu dengan yang lainnya. Memanfaatkan ban bekas sebagai bahan dasar pembuatan sandal adalah karena ban terbuat dari bahan karet yang tahan terhadap gesekan benda keras.
Dengan model yang masih sangat sederhana, sandal bandol pun mulai banyak diproduksi. Namun kala itu, konsumen banyak yang mengeluh dengan kualitas sandal yang terbuat dari ban bekas ini. Ketika sandal bandol dipakai, warna hitam dari ban bekas itu luntur dan membekas pada telapak kaki. Sehingga telapak kaki pun akan menjadi berwarna hitam.
Para perajin sandal bandol tak mau kehabisan akal, sehingga dipilihlah spon sebagai bahan tambahan untuk melapisi bahan ban bekas yang mudah luntur ini. Mulai saat itulah para perajin mulai menggunakan lem dan benang sebagai bahan perekat.
Para perajin terus berkreasi tidak hanya terpaku pada satu bahan ban bekas saja. Penggunaan bahan kulit, spon, karet, dan imitasi menjadikan para perajin lebih bebas berkreasi. Dari yang semula hanya memproduksi sandal bandol dengan model yang sangat sederhana, kini model-model sandal baru yang lebih menarik terus bermunculan.
Limbah yang semula terbuang tanpa harga, kini telah disulap menjadi sebuah produk yang bernilai ekonomi lebih. Produk ramah lingkungan hasil kreativitas tangan masyarakat Banyumas yang harus kita hargai.
[…] Puntung sebagai sisa para perokok akan menjadi sampah di asbak dan selanjutnya bakal dibuang ke tempat sampah. Bagi sebagian orang puntung rokok tak lebih berbahaya dibanding roko itu sendiri. Namun bagi sebagian (kecil) lainnya, puntung rokok acapkali juga dimanfaatkan untuk hal lain. Sebagai contoh adalah untuk mengusir semut di sekitar rumah, ataupun diambil gabus filternya sebagai bahan kerajinan tangan. […]
Halo. Dapat dari socmed saya mampir kee blog anda, setelah saya
lihat-lihat ternyata kontennya cukup menarik dan banyak konten-konten ang sangatlah bermanfaat.Numpang izin medmbookmark dan share beberapa artikel ke
sosmed saya ya sekaligus biar blog anda tambah populer.
Mudah mudahan selalu di perbaharui terus ya blognya.Sukse Selalu