Daftar Isi
Sumpah Pemuda menjadi peristiwa sejarah yang membuktikan kekuatan bahasa Indonesia sebagai salah satu alat pemersatu bangsa. Bahasa Indonesia yang tak jauh berbeda dengan bahasa Melayu merupakan ‘bahasa hidup’ klantaran terus menghasilkan kata-kata baru, baik itu dengan penciptaan istilah baru ataupun hasil serapan dari bahasa daerah serta bahasa asing.
Meskipun telah dipahami dan dituturkan oleh sebagian besar warga Indonesia, Bahasa Indonesia bukan merupakan bahasa ibu bagi kebanyakan penuturnya. Hal ini tak lain karena adanya beragam bahasa di masing-masing daerah Nusantara, dimana selain berbahasa resmi daerah adakalanya penuturan juga menggunakan bahasa kedua, misalnya dengan bahasa prokem ataupun bahasa walikan.
Awalnya bahasa prokem pun bahasa walikan hanya dituturkan oleh kelompok ataupun komunitas tertentu saja, misalnya pejuang Diponegoro, pejuang kemerdekaan, dan pejuang kedaerahan lain. Atau digunakan juga oleh para preman serta maling-maling jaman penjajahan kolonial. Menilik hal tersebut, kita dapat menyimpulkan alasan masyarakat menggunakan bahasa prokem ataupun bahasa walikan adalah sebagai bahasa perlawanan dan bahasa sandi, yaitu agar kalimat yang dituturkan tidak diketahui oleh orang di luar komunitasnya.
Namun pada perkembangannya semakin banyak orang yang berbahasa prokem ataupun bertutur dengan bahasa walikan. Selain merasa ‘gaul,’ ada solidaritas yang tercipta karenanya, sebagaimana solidaritas yang terjadi pada para pejuang perang masa lampau. Lain dari itu bahasa prokem dan bahasa walikan disinyalir juga mampu membawa pengalaman pribadi.
Bahasa Prokem
Bahasa prokem yang selanjutnya dikenal juga dengan istilahh “bahasa gaul” adalah ragam bahasa Indonesia yang tidak standar namun lazim digunakan di Jakarta. Bahasa prokem mulanya dikenal sebagai bahasa preman, hal ini bisa diketahui dari rumus yang tercipta darinya, yaitu pengambilan satu suku kata terdepan lalu diberikan sisipan ‘OK.‘ Sebagai contoh kata ‘Bapak,’ suku kata terdepannya adalah BAP, disisipkan OK hasilnya; bokap. Preman dari ‘prem’ disisipkan ‘ok’ menjadi ‘prokem.’
Perkembangan selanjutnya ada pula bahasa prokem yang tercipta dengan metode lain, misalnya makan menjadi makarena, mahal menjadi maharani, polisi menjadi polesong, razia menjadi rajungan, ataupun sakit menjadi sekong. Bahasa ini juga menjadi bahasa yang cukup gaul, antara lain dipakai oleh kalangan waria.
Bahasa Walikan
Sebagai bahasa yang sifatnya lokal dan dikenal pula dengan sebutan bahasa slang, bahasa walikan juga sangat beragam. Di pulau Jawa sebut saja bahasa walikan Tegal, bahasa walikan Semarang, bahasa walikan Jogja, bahasa walikan Solo, dan juga bahasa walikan Malang.
Malang dengan Osob Kiwalan
Malang sebagai salah satu kota yang terkenal di Jawa Timur termasuk dalam sejarah panjang berdirinya NKRI, lantaran Malang adalah juga bagian dari perjuangan melawan kolonialisme masa lampau.
Sebagai bagian dari sejarah masa lalu, Malang juga berada di wilayah kerajaan cikal-bakal bumi Nusantara yang tentu saja acap melawan kesewenangan penjajah. Belum diketahui secara pasti kapan awalmula munculnya bahasa walikan di Malang, namun ketika terjadi gerakan perjuangan Gerilya Rakyat Kota (GRK), Osob Kiwalan (bahasa walikan) telah lazim dituturkan oleh para pejuang sebagai bahasa komunikasi. Hal itu dilakukan agar komunikasi dan koordinasi lisan tak mudah diketahui oleh pihak lawan, baik pihak musuh ataupun pribumi mata-mata Belanda. Karena jika komunikasi itu bocor, bukan tidak mungkin para pejuang akan terbunuh dan dibinasakan pemerintahan kolonial.
Rumus osob kiwalan adalah membaca satu kata secara terbalik, yaitu dari belakang menuju ke depan ataupun dari arah kanan menuju kiri. Misalnya pengucapan arek Malang menjadi kera ngalam, Singo Edan menjadi Ongis Nade, satu jiwa diucapkan menjadi utas awij, dan seterusnya.
Solo dengan Pecas Ndahe
Sebagai wilayah yang pernah menjadi kotaraja kerajaan Surakarta Hadiningrat, Solo tentu saja kaya akan kasanah bahasa dan sastranya, lantaran sastra menjadi bagian penting dari budaya yang tak bisa disisihkan begitu saja. Oleh karenanya, tak heran sekiranya Sala memiliki masyarakat yang santun dalam bertutur-kata
Solo atau dikenal pula dengan nama Surakarta memiliki tatanan bahasa Jawa yang telah tersetruktur dalam kurun waktu cukup lama. Ada bahasa Jawa ngoko, yaitu bahasa Jawa yang biasa digunakan sebagai bahasa komunikasi sehari-hari masyarakat kalangan terbawah, ada pula bahasa Jawa Krama Alus yang terdiri dari krama inggil dan krama madya. Lain dari itu sebagian masyarakat Surakarta juga ada yang bertutur menggunakan basa walikan khas.
Bahasa walikan khas Solo ini biasa tercipta dengan mensyaratkan tersedianya dua kata yang kemudian ditukar antar-huruf (dan atau suku kata) terakhirnya. Sebagai contoh wedhus gembel (domba) menjadi wedhul gembes, ‘jelas dong’ menjadi ‘jelang dos,’ pecah ndase (pecah kepalanya) menjadi kata pecas ndahe, kebeles pipit yang tercipta dari kalimat kebelet pipis, dan seterusnya.
Yogya dengan Basa Bagongan Dagadu
Serupa dengan Solo, sebagai sesama trah Mataram Yogyakarta juga memiliki ragam bahasa Jawa yang cukup tertata, ada ngoko dan juga krama halus. Tetapi Jogja juga memiliki bahasa walikan yang cukup terkenal di banyak kalangan, yaang kebanyakan orang menyebutnya sebagai basa dagadu.
Di kalangan Kraton Ngayogyakarta Hadiningrat, kaidah bahasa Jawa, baik ngoko, krama inggil ataupun krama madya masih sangat terawat dengan baik. Di samping itu pihak kraton juga menerapkan bahasa bagongan – bahasa yang mirip dengan bahasa walikan dagadu. Berikut adalah rumus yang digunakan dalam penuturan bahasa walikan Jogja.

Baris Pertama yang berbunyi hanacaraka menuju baris ketiga; ‘padhajayanya‘
Baris kedua yang berbunyi datasawala beralih ke baris ke empat; ‘magabathanga‘
Hurufnya juga bergeser sesuai dengan keadaan awal;
Huruf pertama pada baris pertama; HA, tetap pada huruf pertama baris ketiga; PA
Huruf kedua pada baris kedua TA, beralih ke huruf kedua juga baris ke-empat; GA
Merujuk pada rumus di atas dapat ditemukan bahwa dagadu memiliki arti matamu, sedang sonyol berarti bokong. Kata “aku” (dalam aksara Jawa ditulis haku) dalam bahasa walikan Jogja bisa kita tuturkan sebagai “panyu,” kowe dituturkan sebagai ‘nyothe’
Semarang dengan Basa walikan kasnya
Bahasa walikan Semarang termasuk bahasa yang memiliki tingkat kesulitan tinggi, karena selain harus paham aksara Jawa, kita juga harus jeli menerapkan huruf demi huruf.
Rumus yang diterapkan dalam bahasa walikan khas Semarangan adalah menyilang.
Baris Pertama yang berbunyi hanacaraka menuju baris ke-empat; magabathanga
Baris kedua yang berbunyi datasawala beralih ke baris ke-tiga; padhajayanya
Huruf pertama (HA) pada baris pertama berubah ke huruf terakhir baris keempat (NGA)
Huruf kedua pada baris kedua (TA) beralih ke baris ketiga huruf ke empat (YA)
gomom = rokok, mas = kas, Cam = Mbak, kacom = mabok
Catatan;
- Rumus ataupun kamus bahasa walikan di atas memang tak mutlak menjadi patokan, karena adakalanya kita bisa menemukan kata yang tak bisa ditemukan dengan menggunakan rumus yang ada.
- Berikut adalah contoh dalam penggunaan bahasa walikan;
- Ewok orak uka, aut opos? (Walikan Malang)
- Nyothe nyayo panyu, gutha bama? (Walikan Jogjakarta)
- Modhe mago ngamu pudhing yudho jolo? (Walikan Semarang)
- Kowe karo aku, tua sapa? (Jawa ngoko)
- Kamu dengan saya lebih tua siapa? (bahasa Indonesia)
Sisipan ‘D’
Terlepas dari banyaknya bahasa walikan ataupun bahasa prokem, ada juga bahasa yang terjadi dengan menyisipkan ataupun mengimbuhkan konsonan “D” pada setiap suku-kata dan diikuti ataupun diawali vokal yang senada denganya. Sebagai contoh adalah kata ensiklopedia yang terdiri dari suku kata en-si-klo-pe-di-a, maka akan menjadi edensidiklodopededidiada (eden-sidi-klodo-pede-didi-ada) [uth]
Pranala Referensi;
- Wikipedia, Bahasa prokem
- Academia. Osob Kiwalan
- BornJavanese, Sumber gambar
[…] Lombok. Sebagaimana pada babad tanah Jawa, Babad Lombok ini juga berisi banyak catatan. Sementara bahasa yang digunakan juga hampir mirip dengan bahasa Jawa Kawi ataupun bahasa Jawa tengahan. Babad ini dituliskan pada Lontar Jatiswara, […]
[…] pelak terjadilah penggiringan opini dari pemutarbalikan arti bahasa. Kata anarkis lebih berhasil diopinikan oleh para penguasa dan kaum kapitalis sebagai “anti […]
[…] Acton, orang yang dulu sempat dicampakkan akibat mengejar facebook demi mendapatkan pekerjaan, pada akhirnya menjadi ganti dikejar oleh Zuckerberg demi memperoleh WhatsApp. Keberhasilan WhatsApp menjadi faktor utama, sebuah aplikasi instant messaging bebas iklan yang pada saat diakuisisi memiliki 25 teknisi dan 20 karyawan pendukung multi-bahasa. […]
[…] tak ternilai harganya. Dari bahasa persatuan, bahasa Indonesia, hingga bahasa daerah, atau dari bahasa prokem dan walikan hingga bahasa alay. Semua menjadi khasanah pengisi keberagaman yang bermuara pada semboyan […]
[…] menuju negeri kincir angin, budaya tropis tak lantas mereka lupakan. Lain dari itu justru khasanah yang ada di nusantara ini lebih mereka gali. Permainan gitar ala keroncong-Portugis yang telah dimulai sejak abad 14 […]
[…] adalah peta negara Indonesia. Namun, Tommy memiliki ide lain yaitu memilih untuk mengangkat keragaman budaya nusantara yang dipadukan dengan suasana […]
[…] “open source” dalam bahasa Indonesia adalah ‘sumber terbuka.’ Lebih jelasnya, Open Source adalah istilah yang digunakan […]
[…] akses ke server, selain juga dipakai untuk mengingat nama server yang dikunjungi tanpa harus mengenal deretan bahasa angka rumit yang dikenal sebagai IP address. Nama domain ini juga dikenal sebagai sebuah kesatuan […]
[…] ngayogjazz dan pasar kangen menjadi contoh kegiatan rutin seni budaya khas Jogja bagi segala usia tanpa harus mengeluarkan bayaran guna menikmatinya. Sejatinya masih banyak sekali […]
[…] ora edan, ora keduman’ (Ini jaman edan, kalau tidak ikut edan, maka gak akan kebagian). Ialah kalimat-kalimat plesetan khas Jogja yang digunakan sebagai tagline pada acara ngayogjazz yang dihelat rutin tiap tahun, yaitu dari […]
[…] sering berkomunikasi dengan bahasa sandi agar hanya kalangan mereka sendiri yang tahu, misalnya menggunakan bahasa walikan. Sebagian dari mereka akan kembali pada profesi aslinya bertani namun juga sambil menggali […]
[…] “Walikan dagadu jogja & kiwalan malang“ […]
[…] tak semua orang Jogja sendiri bisa menguasai [untuk memahaminya silakan baca juga jurnal tentang "Dagadu Kiwalan dan Fenomena Bahasa Prokem Walikan Nusantara" […]
[…] kewarganegaraan. Sajian makanan tentu saja adalah makanan khas dari berbagaimacam daerah di Nusantara, sedangkan suguhan minuman yang tak bisa dilupakan adalah keberadaan teh dan […]
[…] Sejatinya dalad memiliki arti sama dengan “mangan,” karena bahasa ini merupakan bahasa prokemnya orang-orang Jogjakarta, yang dikenal dengan bahasa bagongan –dagadu. […]
[…] khas Indonesia. 43 nama makanan ini tentu belum mewakili khasanah kuliner di seantero Nusantara. Akan tetapi ide ini jelas terliht unik karena meskipun speele toh kenyataannya belum ada orang […]
[…] sebuah kesamaan makna bersama. Simbol dibedakan menjadi dua, yakni: Simbol verbal, penggunaan kata-kata atau bahasa, seperti rumah sebagai tempat tinggal keluarga. Simbol nonverbal lebih menekankan pada bahasa tubuh […]