Facebook akuisisi WhatsApp, Bak Bapak Pungut Anak Terbuang

19
5709
Facebook akuisisi WhatsApp, bagai bapak memungut anak terbuang
Facebook akuisisi WhatsApp, bagai bapak memungut anak terbuang

Orang telah lama dimanjakan dengan fasilitas chatting – yaitu layanan untuk ngobrol menggunakan internet, dimana generasi awal pengguna internet tentu tak asing dengan layanan chatting bernama MiRC, MSN Messenger, ataupun Yahoo Messenger. Semuanya membuat kita bisa mudah berhubungan dengan pihak lain baik secara personal ataupun secara berkelompok. Pada generasi selanjutnya semakin banyak bermunculan layanan serupa, sebut saja Gtalk (Google Talk) dan Skype, ataupun layanan instant message dengan memanfaatkan gadget, sebut saja BBM, LINE, WhatsApp, dan lain-lain.

Harga Fantastis untuk Whats App

Ada yang cukup unik dan menarik akibat penjualan aplikasi WhatsApp, bahwa pada tanggal 19 Februari 2014 Facebook telah mencapai kesepakatan untuk mengakuisisi WhatsApp dengan nilai $ 16 milyar,  dengan rincian sejumlah $ 4000000000 dibayar tunai sedangkan $ 12000000000 berujud saham. Selain $ 16 milyar, dalam perjanjian juga tertulis tambahan sebesar $ 3 miliar unit saham terbatas yang diberikan kepada pendiri dan karyawan WhatsApp. Uang total sejumlah US$ 19 milyar atau sekitar Rp 223 triliun adalah nilai fantastis yang harus dikeluarkan oleh Facebook demi mengakuisisi WhatsApp. Nilai ini jauh di atas pembelian instagram oleh facebook tahun 2012 yaitu sebesar US$1 miliar, dan juga melebihi Google yang pernah mengakuisisi Motorola Mobility yaitu US$ 12,5 milyar, ataupun Microsoft tatkala mengakuisisi Skype; US$ 8,5 miliar.

Sebagaimana diketahui sejatinya facebook juga telah memiliki layanan untuk ngobrol, sehingga langkah yang diambil oleh pendiri Facebook dalam mengakuisisi Whatsapp menjadi menarik untuk diperbincangkan banyak kalangan. Apalagi perusahaan mobile messenger asal Silicon Valley itu baru berumur lima tahun, dan mereka juga menolak iklan sebagai penghasilan. Bukankah masih ada layanan aplikasi instant message lain yang harganya bisa ditawar lebih rendah? Sebut saja LINE, Kakao Talk, We Chat, ataupun BBM (Blackberry Messenger) –yang tak kalah tenarnya dan kini juga telah mengembangkan tehnologinya berujud lintas platform. Kenapa Mark Zuckerberg tetap memilih mengakuisisi WhatsApp?

Kenapa FaceBook Akuisisi WhatsApp?

Pada akhirnya rasa penasaran itu bisa terjawab setelah membaca lanjutan pengumuman yang disampaikan pihak facebook berikut ini;

WhatsApp has built a leading and rapidly growing real-time mobile messaging service, with:

  • Over 450 million people using the service each month;
  • 70% of those people active on a given day;
  • Messaging volume approaching the entire global telecom SMS volume; and
  • Continued strong growth, currently adding more than 1 million new registered users per day.

Facebook melihat perkembangan yang terjadi pada WhatsApp, yaitu ada lebih dari 450 juta orang pengguna pada setiap bulannya, sementara sejumlah 70% diantaranya adalah orang-orang yang aktif . Disamping itu volume pesan yang terkirim antar pengguna hampir sama dengan volume SMS global. Facebook juga masih melihat adanya pertumbuhan kuat kedepannya, yaitu lebih dari 1 juta pengguna baru setiap harinya akan mendaftarkan diri. Jadi bukan saja sebatas aplikasi ‘instant messaging’ yang dibidik oleh pihak facebook, lebih dari itu adalah aplikasi instant messaging yang ramah terhadap gadget. Dengan aplikasi sederhana dari WhatsApp ini Mark Zuckerberg juga memiliki cita-cita untuk dapat mengakomodasi keterhubungan 1 milyar manusia.

Tak Selalu Manis

WhatsApp adalah aplikasi instant messaging yang pertama kali didirikan di tahun 2009 oleh dua orang mantan karyawan Yahoo! yaitu Brian Acton (42) dan Jan Koum (38). Kedua karyawan yang hengkang dari Yahoo! secara bersamaan pada tanggal 31 Oktober 2007 itu memiliki pengalaman hidup yang tak selalu manis, namun justru dari pengalaman tidak manis itulah mereka mampu bertahan dan tetap berjuang mewujudkan impian.

Jan Koum, pemuda dari keluarga miskin asal Ukraina ini pada umur 17 tahun membuat keputusan untuk hijrah ke Amerika dengan membawa semangat ‘American Dreams‘. Namun bukan lantas mendadak enak yang didapatkan, lantaran sesampainya di negeri paman Sam dirinya justru tinggal di lingkungan pedesaan tanpa fasilitas air panas ataupun listrik. Bahkan saat kupon makan gratis menjadi andalan untuk bertahan, sementara ia bekerja sebagai office boy di sebuah supermarket, ibunya juga didiagnosa penyakit kanker. Keadaan hidup yang amat pahit tak membuat Koum kehilangan semangat, ia melanjutkan kuliah di San Jose University, namun sayang ditengah jalan ia drop out.

Kegemaran terhadap ilmu programming, membawa dirinya tetap belajar secara otodidak, hingga hal itu mengantarkannya untuk diterima bekerja sebagai engineer di Yahoo. Selanjutnya dengan kemampuan yang dimiliki selama 10 tahun bekerja di yahoo membuatnya semakin berkembang, pada akhirnya di tempat inilah Jan Koum bertemu sahabat yang kelak menjadi tim dalam membangun WhatsApp, Brian Acton.

Sementara Brian Acton pernah mencoba peruntungan untuk melamar pekerjaan di Twitter dan juga di Facebook, tapi sayangnya usaha tersebut tidak berhasil, keduanya menolak mempekerjakan Acton. Sebagaimana kicauannya di twitter pada tanggal 23 Mei 2009 dan 3 Agustus 2009, Brian Acton mengungkapkan bisa menerima penolakan Twitter karena jarak yang harus ditempuh antara kantor dan tempat tinggal memang terlalu jauh. Begitu pula saat Acton tak diterima oleh Facebook, ia tetap optimis menatap ke depan dan lalu mencoba peruntungan baru.

Kutipan Twitter Acton

Idealisme Sebagai Sebuah Perbedaan

10 tahun bekerja di Yahoo! bukan waktu sebentar untuk menimba ilmu dan pengalaman. Oleh karenanya kedua sahabat ini memanfaatkannya sebagai bekal untuk menggali lebih dalam kemampuan yang dimiliki. Dan “idealisme bebas iklan” sebagai perbedaan pada akhirnya menjadi kunci dalam pengembangan aplikasi WhatsApp. “No Ads, No Games, No Gimmick!”

Memiliki latar-belakang negara Ukraina dengan faham komunis, Koum sangat menghargai bentuk komunikasi yang bersifat bebas tanpa dimata-matai. Sehubungan dengan hal itu ia membuat aplikasi WhatsApp bebas dari kemungkinan penyadapan sehingga cara yang “berpotensi bisa memanfaatkan data pengguna” bisa terhindar. Dan larangan penggunaan propaganda berujud iklan adalah metode yang ia tempuh.

Menurut Acton, meskipun tanpa iklan namun tetap ada cara lain yang bisa dilakukan demi memperoleh revenue. Awalnya WhatsApp menyodorkan diri untuk bisa diunduh secara gratis, dan dalam waktu yang tak lama ada 10 ribu unduhan setiap harinya. Hal itu dilihat sebagai peluang memperoleh penghasilan, yaitu dengan memungut bayaran pada tiap unduhannya. Namun saat Acton menentukan bayaran itu, justru jumlah unduhan menurun drastis yaitu terjun hingga angka 1.000 unduhan per hari.

Selanjutnya Koum dan Acton membuat strategi lain, dan itu dilihat sangat cocok karena mampu bertahan hingga saat ini , yaitu setiap pengguna diwajibkan mengeluarkan biaya setiap tahunnya sebesar US$ 0,99.  Berkat strategi inilah nama WhatsApp semakin populer bukan saja sebagai pemegang filosofi anti-iklan namun juga sebagai pebisnis yang mempunyai manifesto ‘menentang iklan.’

Memungut Yang Pernah Dibuang

Medio Maret – Juni 2012 sebenarnya Mark Zuckerberg telah mengajak para pendiri WhatsApp untuk bertemu dan berbincang santai sambil meminum kopi di Los Altos, California. Saat itu pembicaraan masih dengan bahasan umum dan belum menjurus pada pembicaraan mengenai WhatsApp. Hanya saja CEO Facebook saat itu telah melihat potensi dari WhatsApp sebagai startup yang mengalami perkembangan pesat.

Selepas pertemuan itu barulah Mark Zuckerberg menyampaikan sedikit pembicaraan tentang keinginan untuk meminang WhatsApp sebagaimana facebook juga telah membeli instagram. Akan tetapi dengan bermacam alasan dan pertimbangan, Koum menolak tawaran pendiri Facebook tersebut. Hingga pada akhirnya tanggal 9 Februari 2014, Zuckerberg memberikan undangan dinner kepada Koum sekaligus mengajukan tawarannya kembali.    Pada acara dinner tersebut, ada keputusan yang dihasilkan berdasarkan kesepakatan yang telah ada. Bahwa meskipun diakuisisi Facebook, WhatsApp tetap berdiri sebagai perusahaan mandiri di bawah naungan Facebook, sedangkan Koum menduduki poisisi sebagai salah satu direksi utama Facebook.

Tak Hendak Melupakan Masa Lalu

Jan Koum menyukuri hasil jerih-payahnya itu. Tak hendak melupakan sejarah pahitnya masa lampau, ia bertandang ke tempat dia mengantri untuk menukarkan kupon demi mendapatkan makanan gratis, menyandarkan kepalanya ke dinding dan nampak airmatanya meleleh.   Jan Koum teringat akan ketulusan seorang ibu yang selalu mendampinginya dalam keadaan apapun, ada bayang ibunya yang sedang menjahitkan baju untuknya, keluarganya tak mampu membeli pakaian.  Di tempat itu Jan Koum hendak menyampaikan kabar baik kepada ibu yang telah meninggal akibat penyakit kanker.

Sementara Brian Acton, orang yang dulu sempat dicampakkan akibat mengejar facebook demi mendapatkan pekerjaan, pada akhirnya menjadi berganti dikejar oleh Zuckerberg demi memperoleh WhatsApp. Keberhasilan WhatsApp menjadi faktor utama, sebuah aplikasi instant messaging bebas iklan yang pada saat diakuisisi memiliki 25 teknisi dan 20 karyawan pendukung multi-bahasa[uth]

Sumber Rujukan;

[1] Facebook to Acquire Whatsapp Facebook to acquire whatsapp  Diakses pada 13 Agustus 2014

[2] Pesan Instan Terpopuler yang Anti Iklan.. tekno.liputan6.com  Diakses pada 13 Agustus 2014

[3] Whats App’s Success Involves Food Stamps and IKEA  www.theverge.com Diakses pada 13 Agustus 2014

[4] Gambar Olah Digital Facebook & Whats App.  Dilisensikan sebagai CC BY 2.0. www.theverge.com Diakses pada 13 Agustus 2014

Lampiran;

[1] Gambar Twitter Acton. Dicapture dari www.twitter.com Diakses pada 13 Agustus 2014

Berbagi dan Diskusi

19 COMMENTS

LEAVE A REPLY

Please enter your comment!
Please enter your name here