Daftar Isi
Gundhul-gundhul pacul-cul gembèlèngan // Nyunggi-nyunggi wakul-kul gembèlèngan // Wakul ngglimpang segané dadi selatar // Wakul ngglimpang segané dadi selatar
Yang tertulis di atas adalah lirik dari lagu -dolanan- anak-anak berbahasa Jawa yang nadanya juga tak asing lagi bagi sebagian besar masyarakat. Berbicara tentang bahasa Jawa, ada banyak hal yang menarik untuk dijadikan sebagai bahan berdiskusi dan lalu memelajarinya dalam ranah kekayaan budaya Nusantara. Dari lirik lagu gundhul-gundhul pacul itu saja sudah ada beberapa hal yang bisa kita bahas, misalnya tentang penulisan dan pengucapan verbalnya. Tanpa banyak yang menyadari bahwa orang Jawa sendiri juga masih banyak yang belum benar menuliskan istilah Jawa kedalam tulisan latin, sehingga kesalahan yang telah menjadi kebiasaan itu mengakibatkan salah-kaprah. Sebelum membahas mengenai pelafalan (pengucapan) berbanding penulisan pada bahasa daerah Jawa, mari kita cermati dulu bentuk aksara Jawa sebagaimana abjad yang kita ketahui pada huruf lain.

.
Ha Na Ca Ra Ka
Da Ta Sa Wa La
Pa Dha Ja Ya Nya
Ma Ga Ba Tha Nga
.
Pada aksara Jawa sebagaimana terlampir, ada beberapa huruf yang wajib diperhatikan, misalnya antara DA dan DHA, ataupun antara TA dan THA. Lalu apa perbedaannya?
Perbedaan Antara DA dan DHA
Mengamati aksara sesuai yang ditampilkan di atas, pengucapannya ada hal yang harus dibedakan dalam bentuk tulisan, antara lain antara DA dan DHA. Sebagai contoh antara kata kadal dan kata kudus.
Kata kadal akan tepat saat ditulis ‘kadhal’ (menggunakan DH), sementara kata ‘Kudus’ akan tetap menjadi Kudus tanpa harus menyisipkan huruf ‘H” Kenapa demikian? Karena dalam pengucapannya jelas berbeda. Hal itu akan terasa perbedaannya tatkala dalam satu kalimat kita menemukan kata serupa. Misalnya;
- Ana wong sing mendem bathang kucing
- Ana wong sing mendhem bathang kucing
Kalimat pada nomor satu jelas memiliki arti berbeda dengan nomor dua. Nomor satu memiliki arti; ‘Ada orang yang mabuk bangkai kucing,’ sementara nomor dua memiliki definisi ‘Ada orang yang mengubur bangkai kucing”
Perbedaan Antara TA dan THA
Masih mengamati aksara Jawa murda di atas, ada pula yang butuh dibedakan dalam menuliskan TA berbanding THA. Kata kuthuk dalam bahasa Jawa tentu memiliki beda arti dengan kata kutuk.
- Bapak golek kutuk nang kali, artinya Bapak mencari ikan gabus di sungai
- Bapak golek kuthuk nang kali, artinya Bapak mencari anak ayam di sungai
Pada nomor satu ada kata ‘kutuk’ yang dalam bahasa Jawa memiliki definisi “ikan gabus,” sedangkan pada nomor dua, kata ‘kuthuk’ memiliki arti ‘anak ayam’
Perbedaan Antara Huruf A dan Huruf O
Dalam menuliskan kata berbahasa Jawa antara A dan O ini sangat memrihatinkan, pasalnya masih sangat banyak orang Jawa juga salah kaprah. Kalimat yang seharusnya ditulis ‘aku rapapa’ (kalimat utuhnya adalah ‘aku ora papa’ ataupun aku ora apa-apa) namun banyak yang tetap menuliskan ‘aku rapopo’ yang merujuk pada kata ‘aku ora popo’ dan juga “aku ora opo-opo.”
Mengapa ini memrihatinkan? Cukup seriuskah kesalahan ini? Ya, sangat serius kesalahan itu terjadi, dan bisa dibilang salah telak. Namun sayangnya sangat sedikit orang yang mau mengoreksinya.
Vokal O dan A mungkin tak begitu kelihatan bermasalah tatkala diterapkan pada kata yang tak banyak definisinya, akan tetapi ‘ketidak-masalahan’ ini akan menjadi kebiasaan buruk jika dibiarkan, karena bisa terlihat fatal adalah ketika menemukan bentuk kata yang serupa. Misalnya antara kata LARA dan LORO, ataupun kata CARA dan CORO.
- Ada dua cara untuk membunuh coro
- Kowe lara weteng njuk wis ngombe pil loro iki, durung? (kamu sakit perut, terus sudah minum dua pil ini, belum?)
Pada kalimat nomor satu, kita akan dengan mudah membedakan kata ‘cara’ dan ‘coro.’ “Cara” memiliki pengertian dan definisi ‘metode‘ sementara ‘coro’ tentu artinya adalah binatang kecoak. Namun pada kalimat nomor dua kita baru bisa memahami kata itu setelah diterapkan ke dalam sebuah kalimat, bukan?
Dari memahami bentuk kalimat di atas, kita bisa mengambil kesimpulan bahwa ada yang butuh dibedakan penulisannya dalam kata yang pengucapannya berbeda. penggunaan huruf A lebih diterapkan pada kata yang pengucapannya tak baku bersuara O, sementara huruf O benar-benar hanya diterapkan pada kata yang memiliki ketegasan berbunyi O. Huruf vokal “A” pada kata ‘lara’ memiliki bunyi ‘O’ seperti pada kata ‘gotong-royong’ sedangkan penulisan huruf vokal ‘O” mempunyai bunyi tegas sebagaimana yang terucap pada kata ‘jompo.’
Sumber Rujukan;
[1] Aksara Jawa www.wikipedia.org Diakses pada 26 Agustus 2014
[2] Gambar ‘Aksara Jawa’ Dilisensikan sebagai CC BY 2.0. www.wikipedia.org Diakses pada 26 Agustus 2014
[…] karena gunung yang tersusun dari bebatuan ini ada yang menyerupai tokoh pewayangan, ditambah lagi ada kepercayaan adat Jawa yang menyatakan bahwa Gunung Nglanggeran juga dijaga oleh Kyi Ongko Wijoyo dan anggota Punokawan, […]
[…] bersosialisasi dengan lingkungan sekitar, misalnya menyapa, berkenalan, ataupun mengobrol dan berbahasa yang benar terhadap sesama pengantri […]
[…] saat ini nasi kucing masih menjadi hidangan khas angkringan. Nasi kucing dalam bahasa Jawa dikenal pula dengan istilah Sego Kucing. Dinamakan nasi kucing karena nasi yang tersaji dalam […]
[…] birokrasi, tak membuat darah seni pria asal Ngawi ini luntur begitu saja. Pasalnya ia tetap kreatif dalam menghasilkan karya tulis, baik itu dalam bentuk cerpen, esai, ataupun novel, semuanya telah ditelurkannya. Sebagai kolumnis […]
[…] traffick lumayan bisa bertambah karena ada kecenderungan makin banyaknya pengunjung yang datang akibat menuliskan long tail keywords pada search […]
[…] membuang kesempatan, di daerah Semarang juga muncul kaos dengan label “iwak bandeng.” Penulisan yang tepat dalam bahasa Jawa, sebenarnya adalah ‘iwak bandheng’ (menggunakan sisipan huruf “H”) . Iwak […]
[…] di atas dihadiri oleh perwakilan dari berbagai pemuda dari barat hingga ke timur, antara lain adalah Jong Java, Jong Ambon, Jong Celebes, Jong Batak, Jong Sumatranen Bond, Jong Islamieten Bond, Sekar […]
[…] dan pengguna jalan, maka salam tempel yang terjadi di tugu (gapura) perbatasan Yogyakarta – Jawa Tengah ini bukanlah salam tempel antara pengguna jalan yang berhenti berpose tadi dengan penunggu gapura. […]
[…] yang berhubungan dengan Prapanca pun Mpu Kanwa, ada berbagai macam Babad, antara lain babad tanah Jawa, Babad Diponegoro, Babad Lombok dan babad-babad lain. Semuanya lebih dari cukup untuk dijadikan […]
[…] yang berhubungan dengan Prapanca pun Mpu Kanwa, ada berbagai macam Babad, antara lain babad tanah Jawa, Babad Diponegoro, Babad Lombok dan babad-babad lain. Semuanya lebih dari cukup untuk dijadikan […]
[…] utama, demi menyaksikan kemeriahan serta ragam hiburan yang disuguhkan pada penutupan Festival Kesenian Yogya (FKY) […]
[…] yang tertoreh pada satu media, memiliki fungsi untuk mengungkapkan unsur-unsur yang mengekspresikan suatu bahasa. Jika istilah lain untuk menyebut “aksara” adalah ‘sistem tulisan,’ maka […]
[…] bahasa Jawa “selo” memiliki arti longgar ataupun ada ruang kosong. Istilah selo belakangan ini juga […]
[…] adalah penulis profilik, lebih 200 artikel, 20 buku ditulis dengan beragam tema. Dan yang terkenal adalah the […]
[…] tuanya adalah keturunan Inggris, berlatar belakang sosial sederhana. Setelah lulus sekolah, ia belajar bahasa dan sejarah kuno di Göttingen (1864) dan teologi dan filsafat di Oxford (1866). Tahun berikutnya […]
[…] rasanya sangat enak ini. Kalimat tanya yang acap keluar dari masyarakat masa lalu itu adalah kalimat berbahasa Jawa; “Iki apa?” yang memiliki definisi “Ini […]
[…] setiap makhluk ciptaan Tuhan sama-sama memiliki bahasa yang berfungsi sebagai media komunikasi, namun kenyataannya antara makhluk satu dengan lainnya tak […]
[…] Seharusnya ditulis 'aku rapapa' karena kalimat utuhnya adalah 'aku ora papa,' namun banyak yang menulis 'aku rapopo' sebab merujuk pada kata 'aku ora popo.' […]
"Mengapa ini memrihatinkan? Cukup seriuskah kesalahan ini? Ya, sangat serius kesalahan itu terjadi, dan bisa dibilang salah telak. Namun sayangnya sangat sedikit orang yang mau mengoreksinya." – Saya adalah satu dari yang sedikit itu. Tapi, apakah koreksi saya diperhatikan? Entahlah.
[…] sambung diterapkan demi merangkai satu unsur bahasa Indonesia yang terhubung dengan unsur bahasa asing –dan kata berbahasa asing itu biasanya juga harus […]
[…] juga menjadi bahan ajar yang telah dilakukan sejak lama. Sebagai contoh pada masyarakat Jawa. Tak terhitung jumlah ajaran yang berkaitan dengan nilai-nilai filosofi itu. Di antara contoh […]
[…] SUARA aapabila kita definikan adalah perpaduan antara satu kata berbahasa Indonesia dengan satu kata lain yang pada akhirnya membentu satu kesatuan makna baru. Perpaduan dua […]
[…] telur menjadikan kue ini memiliki banyak nama sebutan dari para penikmatnya. Ndog Gludhug dalam bahasa Banyumasan yang memiliki arti telur halilintar sudah melekat sebagai nama populer dari nopia. […]