Lebih Khawatir Anak Tak Pintar Mengantri Apa Tak Pandai Berhitung?

3
4811
Lorong Menunggu dan Mengantri
Lorong Tunggu dan Mengantri

Tumbuh dan besar di wilayah Nusantara ini sebagian besar pastilah mendapatkan pelajaran dari orangtua -jaman dahulu- yang wajib dijunjung dan dibanggakan, yaitu ikhwal keberadaan orang timur yang memiliki budaya santun dan bertatakrama.     Stigma itu seolah ditanamkan agar  anak-anak  dan remaja yang baru tumbuh pada zaman modern seperti sekarang ini tetap menjaga budaya baik yang diwariskan oleh para leluhurnya, sehingga tetap adiluhung.    Ini adalah pelajaran yang sangat baik untuk diterima dan juga dilaksanakan.   Namun tak bisa juga kita lantas menghindari budaya lain hanya karena menilai bahwa yang datang dari luar itu adalah buruk.

Budaya Antri dan Membuang Sampah

Awalnya bisa jadi dahulu orangtua kita menilai kegemaran akan musik rock adalah keliru, karena masih ada anggapan bahwa musik rock itu hanyalah sebentuk musik gedombrengan, atau kalau hendak meminjam istilahnya Bung Karno; “musik rock hanyalah sebatas musik ngak-ngek-ngok.”        Namun pada akhirnyakita harus tetap membuka mata,  bahwa tak bisa dipungkiri kenyataannya tetap tersedia pula banyak hal yang datang dan dilakukan oleh orang asing itu justru malah memiliki kebaikan yang tiada kira, sedangkan kita hanya berhenti di ranah mengelu-elukannya tanpa mempraktekannya secara nyata.           Lihat saja budaya antri dan juga budaya membuang sampah, orang luar akan lebih tertib dibanding kita dalam dua hal itu, tertib mengantri dan patuh terhadap larangan membuang sampah tidak pada tempatnya.

Tatkala masuk dalam sebuah pertunjukan ataupun saat hendak mengurus segala keperluan di Bank, adakalanya kita harus mengantri sesuai nomor urut yang disesuaikan dengan waktu kedatangan. Yang datang lebih awal tentu akan mengantri lebih dahulu dan memperoleh pelayanan lebih awal dibanding yang datang belakangan.       Akan tetapi budaya antri di seputar kita ini masih sangat minim yang memraktekannya, tak jarang orang yang datang belakangan justru ‘nyodok’ di depan dan tak mau berbaris sesuai antriannya.        Begitu pula tatkala kita menyaksikan sampah, banyak orang kurang menyadari akan kebersihan sampah di seputar lingkungannya.

Contoh tentang kurangnya tertib dalam menjaga sampah agar tak dibuang sembarangan adalah di tempat-tempat pariwisata.        Sesuai antusiasme warga, banyak pegiat pariwisata di Indonesia ini, dan geliat pariwisata juga makin terasa hasilnya. Banyak tempat wisata baru muncul, tak sedikit eksplorasi alam dilakukan, dan semakin bertambah banyak pula pelaku pariwisata, baik yang backpacker ataupun tidak.     Akan tetapi ada yang sangat disayangkan darinya, masih sangat sedikit pelaku pariwisata itu sadar akan kebersihan sampah. Tempat wisata baru telah kumuh karena sampah telah berserakan di mana-mana.    Ini terjadi sebab sang penyedia jasa pariwisata belum banyak yang sadar untuk menyediakan fasilitas tempat sampah di sekitar area wisata, sementara para pengunjung pun pelaku wisata juga belum memiliki kepedulian guna tak sembarangan dalam membuang sampah.

Kekhawatiran Saat Anak Tak Pintar Mengantri

Perihal budaya antri bisa jadi orangtua kita dulu sering mengajarkannya yaitu dengan analogi ‘barisan bebek’ yang bisa rapi berbaris membentuk antrian saat digiring ke sawah.    Namun hal itu kenyataannya hanya berhenti pada analogi saja, miskin implementasi.     Justru budaya manca lebih tertib memraktekannya, salah satunya adalah ajaran seorang guru di Australia yang lebih mengutamakan pelajaran ‘mengantri’ dibanding pelajaran praktek ‘berhitung.’

“Sesungguhnya orangtua baik adalah yang lebih khawatir tatkala melihat anak-anaknya tak pintar mengantri, dibanding tak pandai berhitung” 

Apa alasan harus lebih khawatir?

Dalam mendidik anak, kita hanya memerlukan waktu selama 3 bulan -secara intensif- untuk melatih anak agar beisa memahami ilmu hitung. akan tetapi kita harus menyediakan waktu pelatihan selama 12 tahun bahkan lebih, agar anak  bisa mengantri dan selalu ingat pelajaran berharga di balik proses mengantri tersebut.       Sadar atau tidak, tak semua anak kelak akan berprofesi menggunakan ilmu hitung secara detil.    Okey, anak memang juga tak boleh ketinggalan dalam menimba ilmu, termasuk ilmu hitung, namun ada yang butuh dimengerti bahwa kadang-kadang dalam sebuah profesi penerapan ilmu hitung itu cukup dengan pemahaman ‘tambah, kurang, kali, ataupun bagi’

Penari, atlet, penyanyi, musisi, pelukis, penulis, adalah beberapa profesi yang kelak ditekuni oleh sang anak.    Pada profesi-prefesi tersebut, ilmu hitung memang tak bisa ditinggalkan begitu saja.  Namun lain dari itu, perhatian kita juga harus didasarkan atas beberapa pertimbangan, diantaranya ada pada penilaian bahwa dari satu kelas siswa biasanya hanya sebagian kecil saja yang kelak akan memilih profesi pada bidang yang berhubungan dengan ilmu hitung, sedangkan yang kelak membutuhkan etika moral dan pelajaran berharga dari tabiat mengantri adalah semua siswa dari banyak kelas.

Apa Pelajaran Berharga dari Mengantri?

Di beberapa negara maju yang menganggap bahwa pendidikan itu adalah investasi jangka panjang, sudah memikirkan bahwa mengajarkan etika moral kepada anak jauh lebih penting daripada sebatas memberikan pelajaran ‘pandai berhitung” kepada anak didik.  Kenapa demikian? Faktor apa saja yang membuat negara-negara manca itu lebih mengedepankan budaya antri?    Berikut adalah beberapa alasannya;

  • Manajemen waktu

    Secara tidak langsung anak mendapatkan pelatihan dalam mengatur waktu, artinya apabila hendak memperoleh pelayanan paling awal ya harus mengantri di depan, yaitu dengan cara datang dan memersiapkan diri lebih awal.

  • Belajar sabar dan tabah

    Dengan metode mengantri maka secara otomatis itu menanamkan sejak dini agar anak bisa mengatur emosi, mengendalikan keinginan, dan yang pasti mendidik bersabar serta tabah dalam menerima keadaan & menunggu gilirannya tiba, terutama apabila berada pada barisan antrian belakang.

  • Menerima konsekuensi

    Ada koneskuensi yang harus dijalani secara legawa, yaitu menerapkan hukum sebab-akibat. Apabila datangnya paling belakang ya harus menerima kenyataan untuk mendapatkan pelayanan paling terakhir.

  • Menghormati orang lain

    Anak dididik secara otomatis untuk menghormati hak orang lain, bahwa yang datang lebih dahulu ya memperoleh giliran lebih awal , sedang yang ada di belakangnya tidak diijinkan menyerobot dengan alasan apapun, apaagi alasannya hanya merasa diri paling penting.

  • Menerapkan disiplin

    Pelajaran disiplin tak hanya pada didikan militer saja, namun sejak dini anak juga ditanamkan untuk disiplin. Antrian tepat waktu, dan harus disiplin mematuhinya.

  • Membangun kreatifitas

    Kebiasaan menunggu dan mengantri yang dilakukan oleh orang Jepang sebagian besar adalah dengan membaca buku. Ini membverikan contoh bahwa ketika anak belajar mengantri artinya anak juga diajarkan kreatif dalam mengisi serta memikirkan kegiatan demi mengatasi kebosanan dalam mengantri.

  • Berjiwa sosial

    Dengan pelajaran mengantri, anak secara tak langsung akan diajarkan bersosialisasi dengan lingkungan sekitar, misalnya menyapa, berkenalan, ataupun mengobrol dan berbahasa yang benar  terhadap sesama pengantri lainnya.

  • Menjaga kerapihan

    Pelajaran dari mengantri bagi anak adalah serupa yang dianalogikan orangtua kita dahulu, yaitu barisan rapih pada bebek. Bahwa anak dididik untuk tetap menjaga kerapihan dan keteratiran dalam antrian.

  • Memiliki rasa malu

    Hal yang diharamkan dalam mengantri adalah menyeroobot pihak lain, karena akan menjadi malu akibat dipermalukan pengantri lain. Anak menjadi terdidik akan hal itu, yaitu memiliki rasa malu, tidak tambeng, dan ada rasa sensitif guna menjaga perasaan orang lain.

  • Kompromi dan bekerjasama

    Ketika mengantri adakalanya kita kebelet buang air, pada posisi ini anak diajarkan untuk bekerjasama, karena pada saat kita pergi ke toilet tentu saja kita membutuhkan kompromi dan kerjasama dengan pengantri lain bahwa tempat ini adalah jatah antrian saya yang sejenak saya tinggalkan ke toilet.

  • Mendidik Jujur

    Ada pelajaran kejujuran yang diaplikasikan dalam mengantri, baik itu pada diri sendiri maupun kepada pihak lain.

Dari beberapa manfaat “mendidik antri” pada anak ini semoga ada kecenderungan kita untuk tetap memraktekannya dalam kehidupan sehari-hari. Tidak lagi mengojok-ojoki anak untuk “menyodok” pada antrian orang lain yang bukan haknya, tidak pula mengatakan anak sebagai “penakut” hanya karena sang anak tak mau menuruti perintah orangtua.  Karena itu semua adalah bagian dari tricky dan jauh dari etika moral bangsa yang katanya menjunjung tata-krama ini.     Mengantri adalah perbuatan sederhana namun banyak sekali pelajaran hidup yang dikandungnya, oleh karenanya sudah tentu akan menjadi baik sekiranya kebiasaan mengantri tak dilupakan dan tetap diimplementasikan dalam kehidupan sehari-hari. [uth]

Sumber Rujukan;

[1] Pelajaran Berharga Dari Mengantri, www.luhurmotivation.com Diakses pada 26 Agustus 2014

[2] Gambar ‘Menunggu pun Mengantri’  Utroq Trieha. Dilisensikan sebagai CC BY 2.0. pic.ikanmasteri.com  Diakses pada 26 Agustus 2014

Berbagi dan Diskusi

3 COMMENTS

LEAVE A REPLY

Please enter your comment!
Please enter your name here