Daftar Isi
Meski modernisasi disinyalir menjadi bagian dari dampak kurang baik bagi lingkungan, namun tak bisa dipungkikri bahwa keberadaanya juga memberikan berkah manfaat bagi kita semua. Sebagai contoh adalah dalam hal mempersingkat jarak dan juga waktu yang ditimbulkan dari modernisasi sektor informasi, baik itu berupa perangkat lunak ataupun perangkat kerasnya. Teknologi internet menjadi contoh real perangkat tersebut dalam membantu kita untuk bisa terhubung dan merasa dekat dengan siapapun, meski yang kita hubungi berlokasi di benua berbeda.
Selain sektor informasi, perkembangan pada dunia transportasi juga menjadi faktor yang sangat menentukan singkatnya jarak dan waktu. Apabila zaman dahulu orang harus melakukan expedisi berbulan-bulan guna menyambangi negeri di benua lain, saat ini tak dibutuhkan lagi. Semuanya tentu karena peran modernisasi yang berkembang pada sarana transportasi, baik berujud transportasi darat, transportasi laut, ataupun transportasi udara. Intinya, modernisasi itu tak bisa luput dari dunia bagian manapun ketika kita tak hendak tertinggal dari peradaban.
Tatkala berbicara modernisasi dan tak hendak menjadi manusia tertinggal dari peradaban, sepertinya Yogyakarta yang menjadi salah satu sentra kebudayaan Nusantara juga mengikuti khasanah itu. Yaitu mengambil manfaat positif dari perkembangan modernisasi tersebut. Sebagai contoh adalah langkah pemerintah Daerah Istimewa Yogyakarta yang bergandengan tangan dengan pengelola bandara PT Angkasa Pura I (persero), dan lalu bersepakat membangun satu lagi bandar udara dengan menentukan lokasi di Kulon Progo, bagian barat dari wilayah Jogjakarta.
Kenapa Kulon Progo Dipilih Sebagai Lokasi Bandara?
-
Adisucipto Telah Overload
Memfasilitasi kebutuhan transportasi demi mempersingkat jarak dan juga waktu, selain memerlukan pesawat terbang, masyarakat –yang hendak pergi dan pulang ke– Yogyakarta pastinya juga membutuhkan bandara. Sementara padatnya orang yang hilir-mudik ke Yogyakarta membuat bandara Adisucipto yang telah digunakan sejak pasca kemerdekaan itu overload, yaitu hanya mampu menampung 1,2 juta penumpang pertahun, padahal beban muatan yang harus ditampung saat ini diperkirakan mencapai lebih dari 6juta penumpang setiap tahunnya.
Dengan latarbelakang seperti itu, karenanya dibutuhkan bandara yang lebih memadai, dan tak pelak diperlukan langkah membuat bandara yang lebih besar guna mengakomodasi kepentingan banyak orang.
Untuk memperlebar bandara Adisucipto sepertinya sudah bukan lagi solusi yang bisa dilakukan, pasalnya akan terdapat banyak kendala. Maka, alternatif lain adalah mencari lokasi yang lebih memenuhi persyaratan untuk dijadikan lapangan udara modern, tentu saja yang bisa dibangun pula fasilitas pendukung lain, baik Rumah Sakit Bandara, Hotel -transit- bandara, sarana transportasi darat berujud jalan tol ataupun rel kereta menuju bandara, dan hal-hal lain yang bisa dijadikan sarana penyangga.
Sebenarnya terdapat enam lokasi yang telah dikaji melalui kerjasama dengan konsultan internasional maupun asional untuk menentukan kelayakan keberadaan bandara internasional, diantaranya adalah daerah Gunungkidul, Bantul, dan juga Kulon Progo. Namun pada akhirnya daerah Temon – Kulon Progo adalah satu area yang terpilih karena paling mendekati persyaratan berdirinya bandara.
Persyaratan kelayakan itu disamping dekat dengan area laut, juga tak jauh dari lintasan kereta api yang selama ini masih aktif digunakan. Dan lebih dari itu, pemilihan area di kawasan bumi Menoreh ini akan lebih produktif sebab sebagian besar masyarakat dari wilayah karesidenan Kedu – Jawa Tengah juga akan lebih tertarik untuk memanfaatkannya dengan alasan jarak yang lebih dekat, mengingat area bandara di Temon merupakan area perbatasan antara Jogjakarta dengan Purworejo – Jawa Tengah. Hal ini tentu akan berbeda ketika misalnya pembangunan bandara baru berada di Gunungkidul, bagian timur dari Gunung Kidul tentu telah terwakili dengan keberadaan bandara Adisumarmo – Solo, sedangkan masyarakat Kedu juga akan merasa lebih jauh jika hendak ke bandara, baik memilih Semarang pun memilih Jogja.
Izin Penetapan Lokasi (IPL) Bandara
Bupati Kulon Progo, Hasto Wardoyo, yang berlaku sebagai ujung tombak pembangunan bandara mengemukakan bahwa pihaknya yang sebatas memiliki tugas melakukan kegiatan persuasif terhadap berbagai pihak, pada bulan September 2014 telah mengadakan sosialisasi.
Sementara pihak AngkasaPura I sebagai pihak yang korporasi yang mengurus keberadaan bandara juga telah menyodorkan beberapa dokumen perencanaan termasuk di dalamnya adalah dokumen Kawasan Keselamatan Operasi Penerbangan (KKOP). Izin Penetapan Lokasi bandara dipegang oleh pemerintah provinsi juga telah memberikan lampu hijau
Pembangunan Bandara
-
Kepemilikan Tanah
Total 6.802 hektare area tanah yang akan dibangun sebagai bandara berkapasitas 10.000 penumpang setiap tahun ini, 40 persennya memang merupakan ‘Sultan Ground’ yaitu tanah milik keluarga Kraton. Hal ini bisa jadi merupakan area yang bisa dikompromikan pihak pemerintah pun pihak korporasi, karena meskipun tentu ada lobi-lobi dan kesepakatan yang harus dicapai, namun mengingat Sultan –sebagai punggawa keraton– adalah juga yang menjabat sebagai Gubernur Daerah Istimewa Yogyakarta.
Hal yang tak bisa disepelekan dan menjadi bagian tak mudah dari pihak Angkasa Pura I adalah dalam hal membebaskannya. Pasalnya, seluas 60% area lainnya adalah tanah milik warga yang berkategori cukup produktif, baik sebagai lahan pertanian ataupun sebagai rumah huni sekitar 500 keluarga. Namun terlepas dari itu, telah ada kesepakatan bahwa bulan Mei 2015 sudah ada “ground breaking” pembangunan bandara.
-
Pembebasan lahan
Jumlah 900 milyard rupiah adalah angka yang disediakan oleh pihak Angkasa Pura demi membebaskan tanah yang ditargetkan selesai awal tahun 2015 dan dimulai selepas proses sosialisasi dari pihak pemerintah Kabupaten.
Angkasa Pura memetakan bahwa waktu yang diperlukan guna membangun bandara internasional tersebut diperkirakan selesai dalam kurun waktu 2,5 tahun. Namun itu baru selesai konstruksi yang ditangani langsung pihak BUMN – Angkasa Pura, sedangkan mengenai akses jalan belum diketahui pihak mana yang akan memegangnya. Dan dengan alasan sebagai pembangunan bandara baru, maka pihak AP I (Angkasa Pura I) tidak melakukan tender umum.
-
Tak Menggunakan Dana APBN
Investasi yang dibutuhkan dari pembangunan bandara interasional Kulon Progo ini sebesar Rp 7,5 triliun. Ini merupakan angka yang dibutuhkan demi terciptanya bandara pertama di Indonesia yang dibangun tanpa menggunakan dana pemerintah, melainkan murni pemberdayaan korporasi yang menggandeng investor asing.
Pihak asing yang bersedia menjadi investor adalah Grama Vikash Kendra Power & Infrastructure (GVK Group), yaitu perusahaan India yang telah berhasil mengembangkan Bandara Mumbai dan Bangalore. Dalam hal ini pihak GVK juga telah menjanjikan desain bandara maupun kelengkapan infrastrukturnya, yaitu akan dibuat lebih baik dibanding bandara-bandara sebelumnya, salah satunya adalah desain khusus yang berkekuatan ciri khas Culture Yogyakarta.
Airport City
Pada tahap awal “runaway” bandara Kulon Progo ini akan dibangun 3.000 meter dengan tujuan agar mampu menampung pesawat-pesawat berbadan besar. Namun secara umum bandara yang diagendakan selesai tahun 2017 ini memiliki konsep ‘airport city,” yaitu konsep yang dibangun tak sebatas hanya terkait pembangunan bandara saja, melainkan ada hotel, tersedia rumah sakit airport serta bekerjasama dengan PT KAI dalam pengadaan infrastruktur berujud “railway.” Dengan konsep Airport City tersebut, besar kemungkinan perekonomiannya semakin cepat mengalami perkembangan.
Dengan terbangunnya Bandara Internasional Kulon Progo, bukan lantas bandara Adisucipto tak akan pernah lagi difungsikan, pasalnya tatkala bandara Kulon Progo ditujukan sebagai bandara komersial, maka Bandara Internasional Adi sucipto selain sebagai bandara militer TNI-AU juga akan tetap digunakan sebagai penerbangan VIP.
Memang pembangunan bandara ini bukan masalah yang semudah membalikkan tangan, apalagi ini menyangkut nyawa orang banyak yang bukan saja calon penggunanya, akan tetapi juga penghuni lahan yang hendak dijadikan area bandara serta sarana pendukungnya. Langkah terbaik tentunya adalah menciptakan kesepakatan tanpa harus ada pihak yang dirugikan. [uth]
Sumber Rujukan;
[1] Bandara Kulon Progo Jadi Bandara Pertama Dibangun Tanpa APBN bisnis.liputan6.com Diakses pada 22 September 2014
[2] Megaproyek Bandara Internasional Kulon Progo jogja.tribunnews.com Diakses pada 22 September 2014
[3] Gambar Lay Out Bandara www.angkasapura1.co.id Diakses pada 22 September 2014
[…] adalah bagian tenggara dari kota Yogyakarta yang dikenal pula dengan nama ‘kota perak.’ Julukan kota perak itu bisa dipahami […]
[…] lokasi tujuan wisata yang banyak dikenal oleh tourist dunia. Keterkenalan ini tak disia-siakan leh pihak pemerintah Belgia, pasalnya pemerintah Belgia menerbitkan sebuah perangko bertuliskan “Tintin-Kuifje: […]
[…] bisa menghapus ataupun mempertahankan suatu konten di situs mereka apabila ada permintaan khusus dari pemerintah suatu negara. Apalagi pemerintah yang secara resmi memintanya, mampu memenuhi persyaratan yang […]
[…] yang diterapkan di Bali, dan juga keberadaan penanda pada satu sawah di sebagian daerah Jawa Tengah dan Yogyakarta yang dikenal dengan nama […]
[…] Goa Kiskendo berlokasi di ujung barat wilayah Jogjakarta, yaitu di kecamatan Girimulyo, Kabupaten Kulon Progo, maka Goa Seplawan terletak di kawasan ujung timur wilayah Kabupaten Purworejo, tepatnya di Desa […]
[…] Peraturan Pemerintah Nomor 39 tahun 2009, menyebutkan bahwa LPND mengalami perubahan sebaga Lembaga Pemerintah Non Kementerian (LPNK). Dengan menjadi LPNK ini, maka secara bertahap BASARNAS mulai […]
[…] yang menjadi representasi kabupatennya. Bantul dengan makanan geplak, Gunung Kidul dengan gaplèk, Kulon Progo dengan geblèk, Sleman tersedia salak pondoh, dan Kodya Jogja yang identik dengan makanan gudegnya. […]
[…] pengusaha kerajinan tas asal Kulon Progo – Yogyakarta bernama Tusiran awalnya juga hanya bereksperimen dengan berbagai barang yang diperolehnya di kebun. […]
[…] Permendagri Nomor 114 Tahun 2014 Tentang Pedoman Pembangunan Desa. Untuk lebih jelasnya silakan amati dan juga download lampiran yang juga telah kami sediakan. […]
[…] kepada mereka yang baru datang dari Daratan Cina. Mendarat dari kapal, kemudian merapat di pelabuhan yang selanjutnya menyebar yang pada umumnya mereka bekerja berjualan kelontong. Warga Cina Totok […]
[…] Theda menilai terdapat pola-pola yang sama dalam revolusi di tiga negara tersebut. Mulai dari terjadi proses pembusukan rezim lama dan terbentuknya rezim baru yang revolusioner. Kemudian tiga revolusi sosial tersebut sama-sama negara agraris kaya belum dijajah sebelum revolusi. Ketiga negara tersebut sama-sama negara otokratis proto-birokratis (Perancis dengan Burbon, Rusia dengan Romanov, Cina dengan Manchunya) yang menghadapi tantangan militer asing yang lebih maju secara ekonomi. Tantangan dari luar bertemu dengan masalah dari dalam, krisis ekonomi, pemberontakan dari bawah kaum petani, tidak becusnya aparat pemerintah. […]
[…] [Baca juga: Bandara Kulon Progo: Bandara Pertama Tanpa Menggunakan Dana Pemerintah] […]