Daftar Isi
Dari banyaknya pelaku wisata, ada yang memanfaatkan matahari sebagai obyek guna menikmati keindahan alam yang ada, baik itu berujud sunris pada pagi hari, ataupun sunset kala sore dan petang. Seolah melupakan sengatan teriknya di siang bolong, matahari laksana gadis cantik yang dipuja oleh penggemarnya, baik itu sekedar wisatawan penikma senja dan pagi, ataupun para photographer yang hendak mengabadikan satu keindahan yang tercipta pada waktu emasnya.
Mengamati para penggemar matahari, tahukah Anda bahwa sejatinya telah lama bangsa Jepang juga mengagungkan keberadaan matahari. Hal itu sebagaimana terbersit dari rutinitas bernama seikerei.
Merunut Sejarah
Sebagaimana tertulis dalam beberapa buku sejarah, termasuk novel karangan Umar Kayam berjudul”Para Priyayi,” warga pribumi juga diwajibkan membungkukkan badan semasa pendudukan Jepang di bumi Nusantara ini. Mengapa hal itu diwajibkan?
Sesuai catatan sejarah, Restorasi Meiji adalah orang yang menjadikan agama Shinto sebagai agama negara di Jepang. Dalam ajaran agama Shinto ini memercayai bahwa Kaisar Jepang merupakan keturunan raja matahari bernama Amaterasu, yaitu sosok yang tinggal di puncak Gunung Fujiyama. Dari kepercayaan inilah maka Fujiyama menjadi gunung yang sangat dihormati oleh masyarakat Jepang.
-
Imperialisme Jepang
Bersamaan dengan Perang Dunia II Jepang mendarat di bumi Nusantara dan berhasil mengusir Hindia-Belanda yang telah lama menjajah. Kedatangan Jepang pertama kali adalah melalui Tarakan, Kalimantan, dan lalu bergerak menguasai Nusantara.
Saat itu Jepang mengaku hadir sebagai “saudara tua” dan akan membantu pihak Nusantara yang telah dianggapnya sebagai saudara muda. Ada banyak hal yang dilakukan pihak Jepang demi memperkuat stigma sebagai saudara tua itu, diantaranya adalah pembentukan badan persiapan kemerdekaan, dan yang pasti adalah mengadakan pelatihan para pemuda untuk menjadi tentara.
Rakyat Nusantara tentu saja merasa gembira melihat niat baik saudara tuanya ini, setidaknya dengan modal pelatihan ketentaraan, ada harapan memerdekakan diri dan lepas dari belenggu penjajah. Masih banyak yang belum tahu bahwa kenyataannya pelatihan perang itu lebih cenderung dipersiapkan guna menghadapi serangan pihak musuh Jepang. Artinya tak jauh dari pemerintah Hindia-Belanda, kehadiran Jepang terbukti hanya menjadi imperialis, yaitu dengan menguasai negara-negara yang berlokasi di Asia, termasuk Indonesia.
-
Adat Hormat pada Matahari
Ketika Jepang menguasai bumi Nusantara, memang ada lebih banyak kesempatan rakyat untuk mengenyam pendidikan, padahal sewaktu dibawah kekuasaan Hindia-Belanda hal ini tak begitu memperoleh ruang. Hanya saja tetap ada syarat tak ringan yang harus dipatuhi. Syaratnya antara lain adalah harus berbahasa Jepang sebagai bahasa pengantar belajar-mengajar. Bukan itu saja, saat mengibarkan bendera, bendera Jepang juga wajib disertakan berada disebelah Sang Saka Merah Putih, dan “kimigayo” juga wajib dilantunkan setelah lagu Indonesia Raya. Sementara syarat dari imperialis Jepang yang mendapatkan tentangan dari banyak orang, utamanya dari para pemuka agama Islam, adalah pemaksaan rangkaian selepas upacara pagi, yaitu penghormatan terhadap matahari.
-
Kerja paksa
Masih mengenai pemaksaan, tatkala Belanda menjajah kita mengenal istilah “rodi,” yaitu kerja-paksa tanpa bayaran yang dilakukan oleh pihak Belanda terhadap rakyat nusantara. Ternyata pemaksaan tetap terjadi ketika Jepang menguasai Nusantara, yaitu terkenal dengan istilah ‘romusha.’
Bahkan sebagaimana terpaparkan di atas, pemaksaan Jepang bukan saja terjadi pada perintah kerja “romusa” saja, hal yang harus diterima dan dilaksanakan adalah dari sisi budaya serta adat kebiasaannya, salah satunya kebiasaan tiap pagi hari yang menghormati matahari dalam waktu kurang-lebih 15 menit.
Adat kebiasaan itu tak lain adalah salah satu cara guna menghormati kaisar Jepang yang dipercaya menjadi keturunan Dewa Matahari. Dan ritual menghormati matahari inilah yang dinamakan Seikerei.
Apa itu Seikerei?
Secara singkat Seikerei adalah penghormatan kepada dewa matahari dengan cara membungkukkan badan mengarah pada matahari terbit.
Selain merasa dicabik tanah dan tumpah darahnya, banyak warga Nusantara juga melawan penjajahan Jepang akibat dari pemaksaan dalam ritual menghormati matahari ini, pasalnya hal tersebut dianggap serupa dengan menyekutukan Tuhan.
Perlawanan Akibat Paksaan Seikerei
Mengacu pada catatan sejarah, ada banyak perlawananan terhadap imperialis Jepang yang muncul, namun perlawanan akibat tidak mau menjura pada matahari.ini yang paling terkenal adalah pemberontakan KH Zainal Mustafa. Akibatnya pihak Jepang tak sungkan menghancurkan pesantren kecil di Sukamanah, Singaparna, Tasikmalaya, Jawa Barat ini. Bahkan Sang Kyai juga disiksa dan dihukum mati, lalu dikebumikan di daerah Ancol, Jakarta Utara, bersama makam-makam para santrinya serta beberapa makam tentara Belanda.
Namun pada tanggal 25 Agustus 1973, makam KH Zainal Mustafa beserta para santrinya dipindahkan ke Sukamanah, Tasikmalaya, Jawa Barat. [uth]
Sumber Rujukan;
[1] KH Zainal Mustafa id.wikipedia.org Diakses pada 16 Oktober 2014
[2] Sejarah Nusantara (1942-1945) id.wikipedia.org Dakses pada 16 Oktober 2014
[3] Gambar Matahari Terbit pic.ikanmasteri.com Diakses pada 16 Oktober 2014
[…] Yanaka, Nezu, dan Sendagi yang biasa disingkat menjadi Ya-Ne-Sen adalah salah satu lokasi di Jepang yang terkenal dengan kedai-kedai penyedia teh Matcha Tea, di tempat-tempat inilah kita akan bisa […]
[…] kita peroleh di puncak tentu saja adalah ekindahan pagi yang menyajikan berbagai hal menarik. Ada sunris alias matahari terbit, ada pemandangan gunung Merapi, dan masih banyak lagi. Begitu panas mulai menyengat, kita bisa […]
[…] jelang invasi Jepang kepada Hindia Belanda, Amir menggalang kekuatan untuk menghancurkan Fasisme di negeri ini hingga […]
[…] Suralaya atau ada yang menuliskannya “Suroloyo” tepatnya berlokasi di kecamatan Samigaluh, kabupaten Kulon Progo, Daerah Istimewa Yogyakarta. Sebuah wilayah puncak perbukitan yang akan menyuguhkan pemandangan indah utamanya pada pagi hari bakda Subuh, karena meskipun berselimut kabut pekat namun apabila cuaca cerah maka akan nampak indah kehadiran sang surya. […]
[…] dengan gelombang kejut dan debu yang kemudian dikenal dengan nama “bulan biru” sebab keberadaan langit sempat meredup terus-menerus hingga hampir dua tahun […]
[…] memukul pentongan juga dilakukan oleh orang Jawa ketika terjadi sebuah gerhana, baik gerhana matahari ataupun gerhana […]
[…] memukul pentongan juga dilakukan oleh orang Jawa ketika terjadi sebuah gerhana, baik gerhana matahari ataupun gerhana […]
[…] ruangan pada waktu pagi menjelang siang hari. Hal ini tak lain dipengaruhi oleh keberadaan sinar matahari yang memproduksi vitamin D dari nutrisi yang kita […]
[…] gerakan darinya. Hal ini banyak memberi manfaat bagi kita, apalagi dilakukan selepas bangun tidur. Badan butuh peregangan dan juga pemanasan sebelum melakukan kerja keras selanjutnyya. Sehingga tentu saja […]
[…] berkegiatan malam, tuntutan pertama yang harus dilakukan adalah menjaga badan untuk selalu bugar, sehingga kinerjanya juga bagus dan hasilnya […]
[…] awal yang berlangsung selama 1-4 hari berupa demam, menggigil, rasa tidak enak badan (malaise), mual, muntah, diare, nyeri tenggorokan, nyeri perut, sakit kepala, dan nyeri otot […]
[…] berasal dari plasenta babi, namun rasa minuman di Jepang ini tak beraroma babi, melainkan mirip agar-agar buah peach. Tatkala wanita […]
[…] mereka, khususnya didikan dalam hal mengatasi dan mengendalikan amarahnya. Perilaku buruk, sikap kurang hormat, konflik, dan agresif yang sering ditunjukkan si kecil sebetulnya dapat dikurangi. Berikut beberapa […]
[…] Dan sakit hati dan rasa benci Teto semakin bertambah ketika menyadari bahwa kaum Soekarno malah menghimpun rakyat untuk menurut dan membongkok pada Si Cebol Kuning atau para penjajah Jepang. Belum lagi ketika beribu-ribu rakyat diserahkan untuk menjadi romusha pada kaum sadis made in Japan tersebut. Belum lagi ketika Papinya mati dan ibunya menjadi sakit jiwa karena dipaksa menjadi gundik tentara Jepang. [Baca juga: Seikerei adalah Penghormatan dengan Cara Membungkukkan Badan kearah Matahari Terbit] […]
[…] Matcha merupakan jenis minuman teh hijau bubuk yang umumnya digunakan oleh masyarakat Jepang pada upacara minum teh. Perkiraan awalnya, matcha ini pertama kali dibuat pada sekitar abad X di Tiongkok, dan baru dikenal oleh orang-orang Jepang pada abad ke-12. [Baca juga: Seikerei adalah Penghormatan dengan Cara Membungkukkan Badan kearah Matahari Terbit] […]
[…] Jika topi yang digunakan untuk melindungi rambut pun bermasalah, maka terlalu banyak terkena sinar matahari juga akan menyebabkan rambut mudah […]
[…] [Baca juga: Seikerei adalah Penghormatan dengan Cara Membungkukkan Badan kearah Matahari Terbit] […]
[…] [Baca juga: Seikerei adalah Penghormatan dengan Cara Membungkukkan Badan kearah Matahari Terbit] […]
[…] [Baca juga: Seikerei adalah Penghormatan dengan Cara Membungkukkan Badan kearah Matahari Terbit] […]