Daftar Isi
Kondisi nyaman saat menulis tentu sangat diidam-idamkan oleh kebanyakan orang. Sebagaimana pekerjaan lain, tidak ada yang ingin bekerja menuangkan pikiran dalam keadaan yang kurang nyaman, antara lain berada di dalam penjara. Namun kenyataannya sejarah mencatat ternyata banyak karya besar dan berpengaruh yang lahir dari balik tembok penjara.
Hidup dalam penjara merupakan konsekuensi bagi mereka yang tetap setia memilih jalan perjuangan, bahkan di dalam keterasingan mereka terus berjuang dengan cara menulis. Biarlah raga terkurung namun alam pikiran tetap bebas. Ada banyak tokoh yang pernah menulis di balik jeruji penjara.
Adolf Hitler
Adolf Hitler memang merupakan tokoh yang tak disukai, yaitu tokoh Nazi Jerman yang dipenjara setelah mengalami kegagalan kudeta. Namun selama 13 bulan di penjara ia sempat menulis buku yang berjudul Mein Kampf (Perjuanganku), yang juga diterbitkan pertama kali pada tahun 1925 dan langsung meledak dalam waktu singkat.
Pengaruh Mein Kampf sangatlah terasa bagi bangsa Jerman yang saat itu hancur karena kalah pada Perang Dunia Pertama. Tulisan Hitler mampu menyihir masyarakat Jerman untuk kemudian bangkit dan membangun kejayaan Jerman sebagai Third Reich (Kekaisaran Ketiga). Dan dalam waktu singkat, tidak lebih dari dua puluh tahun sejak Mein Kampf ditulis, Jerman telah siap kembali berperang melalui Perang Dunia Kedua dengan kekuatan dan angkatan perang yang lebih handal.
Pramoedya Ananta Toer
Penjara bukan hal baru bagi Pramoedya Ananta Toer. Akibat tulisan-tulisannya ia sering dipenjarakan oleh pemerintah kolonial Hindia Belanda, rezim Soekarno, pun rezim Soeharto. Dan ketika ditahan di Pulau Buru, sekitar tahun 1956, Pram mampu menyelesaikan empat novel legendaris yang disebut Tetralogi Buru. Ia bisa bebas dan menerbitkan empat buku tersebut sekitar tahun 1980-an.
Pram memang terlahir pada masa revolusi Indonesia. Ia tidak hanya ikut berjuang melalui senjata, namun juga melalui tulisannya. Kelincahan jari dan pemikiran Pram kala itu melahirkan buku; Bumi Manusia, Anak Semua Bangsa, Jejak Langkah, Rumah Kaca (yang kemudian disebut Tetralogi Buru), Arok Dedes, Mangir, dan Arus Balik.
Di tengah tekanan pemerintahan Orde Baru, yang lebih keras menekan tahanan politik ketimbang masa pemerintahan kolonial Belanda, Pram masih mampu menulis. Selain mengarang novel, ia juga menerjemahkan naskah asing. Meski begitu ia tidak boleh mengedarkan naskah-naskahnya ke luar kamp konsentrasi tahanan politik Buru. Larangan ini diberlakukan karena adanya ketakutan di kalangan penguasan Orde Baru.
Namun larangan tersebut tidak menyurutkan langkah Pram, karena diam-diam ia menyelundupkan naskahnya keluar Pulau Buru dengan dititipkan pada awak kapal yang kerap datang ke Pulau Buru dengan membawa makanan ataupun kayu. Akhirnya, dari Tetralogi Buru dan karya lain telah membuat Pram menjadi semakin dikenal. Bahkan banyak orang-orang asing mulai mengenal Indonesia setelah membaca karya-karya Pram. Hampir semua karya Pram menggambarkan kondisi Indonesia sejak zaman revolusi hingga masa pembuangannya di Pulau Buru tersebut.
Soekarno
Berdirinya Indonesia juga diperjuangkan dari dalam penjara. Tengok saja Soekarno, di dalam penjara ia menulis sebuah pledoi yang tidak hanya bertujuan membela diri sendiri tetapi juga Indonesia.
Presiden pertama Republik Indonesia, Ir. Soekarno, dilahirkan di Surabaya pada 6 Juni 1901, yang dikenal tak hanya sebagai orator ulung, namun juga ketajaman lisan dalam menentang penjajah yang dibarengi kepiawaiannya dalam menulis. Aktif semejak muda membuat dirinya jadi target penangkapan Belanda, salah satunya ketika berusia 28 tahun ia ditangkap di Yogyakarta.
Dari balik tembok penjara tempat mendekam, Soekarno menulis sebuah pledoi (pidato pembelaan) diberi judul Indonesia Menggugat, yang kemudian dibacakan di Gedung Landraad (pengadilan rendah) pemerintah kolonial India Belanda yang saat itu berkedudukan di Bandung. Soekarno membacakan pledoinya dengan sangat berapi-api, mampu memaparkan permasalahan yang dihadapi rakyat Indonesia dan berusaha menyudutkan pemerintah kolonial dengan argumentasi yang sangat lugas.
Indonesia Menggugat merupakan buah pemikiran Soekarno setelah melakukan kajian dari sekitar 80 buku dan karangan pidato dari berbagai tokoh dunia ditambah realita kehidupan masyarakat Indonesia. Meski pada akhirnya Soekarno dijatuhi hukuman penjara selama 4 tahun, namun pengaruh dan dampak Indonesia Menggugat ini luar biasa. Tidak hanya di Indonesia, namun juga di Belanda dan Eropa Barat, naskah yang dibacakan Soekarno tersebut menjadi dokumen politik historis.
Indonesia Menggugat menjadi salah satu tonggak bangkitnya semangat bangsa Indonesia di tengah penderitaan panjang akibat penjajahan selama ratusan tahun. Soekarno menyadarkan bahwa masa depan Indonesia harus ditentukan oleh orang-orang Indonesia sendiri. Kini, bekas gedung pengadilan di mana ia diadili dikenal dengan nama gedung Indonesia Menggugat.
Tan Malaka
Tan Malaka bernama asli Sutan Ibrahim, sosok lelaki yang lahir di Payakumbuh, Sumatera Barat, pada 19 Februari 1898. Tradisi Minang memberikan gelar Datuk Tan Malaka padanya sebelum bertolak ke negeri Belanda untuk menimba ilmu. Di Belanda, Tan Malaka dikenal sebagai pelahap buku yang gila. Ia rela berhutang dan tidak makan hanya untuk membeli buku, akibatnya ia sering sakit karena lebih mementingkan makanan bagi memori otak ketimbang tubuh.
Sepanjang masa hidup, Tan Malaka konsisten mengkritik pemerintah kolonial Belanda maupun pemerintah Republik Indonesia yang waktu itu ada dibawah kekuasaan Soekarno. Tan Malaka pun menulis catatan hidupnya ketika dipenjara pada masa pemerintahan Soekarno. Buku tersebut diberikan judul “Dari Penjara ke Penjara.” Yaitu buku yang berisi pengalaman panjang Tan Malaka sejak masa kolonial Belanda hingga masa-masa revolusi di Indonesia.
Penjara dan pengasingan tak mampu menyudutkan pun menyurutkan semangat perjuangannya Tan Malaka untuk tetap terus menulis dan menyebarkan pemikirannya. Buku “Dari Penjara ke Penjara” ini terdiri atas tiga jilid dan menjadi buku penting yang menjelaskan kehidupan perjuangan Tan Malaka. Pasalnya dalam buku ini Tan Malaka menulis sebuah kalimat yang memberikan gambaran ketangguhannya dalam meniti jalan perjuangan
-
Kalimat Tan Malaka
Buku ini saya namakan Dari Penjara ke Penjara. Memang saya rasa ada hubungannya antara penjara dan kemerdekaan sejati. Barang siapa yang sungguh menghendaki kemerdekaan buat umum, segenap waktu ia harus siap sedia dan ikhlas untuk menderita ’kehilangan kemerdekaan diri sendiri‘. Siapa ingin merdeka ia harus siap dipenjara.
Selain Dari Penjara ke Penjara, Tan Malaka juga menulis buku lain berjudul Madilog, Garpolek, Massa Aksi, dan Menuju Republik.
Voltaire
Francois-Marie Arouet atau yang dikenal dengan nama Voltaire adalah seorang penulis dan filsuf terkenal Perancis yang lahir 21 November 1694. Voltaire pada awalnya menuntut ilmu di bidang hukum yang kemudian bekerja sebagai sekretaris duta besar Perancis di Belanda. Ia mengkonsentrasikan diri sepenuhnya di bidang penulisan dan banyak menulis karya yang mengecam pemerintah Perancis. Akibatnya, ia berkali-kali dipenjarakan dan dibuang ke luar negeri.
Saat dipenjara di Bastille pada tahun 1717 hingga 1718, Francois-Marie Arouet menulis naskah tragedi pertamanya yang berjudul Edipe dan untuk kali pertama menggunakan nama Voltaire. Di antara karya-karya Voltaire adalah buku berjudul Philosophical Letter yang berisi perbandingan system pemerintahan Perancis dengan sistem di Inggris. Buku ini dilarang beredar di Perancis, akan tetapi justru laku keras di Inggris. Karya lain dari Voltaire berjudul Dictionnaire Philosophique dan Julius Caesar.
Pada tahun 1726 Voltaire dibuang ke Inggris. Di sana ia tetap menulis karya-karya yang laku keras di kalangan masyarakat.
Sejatinya masih ada banyak lagi tokoh-tokoh tersohor yang tetap menulis dalam penjara dan menghasilkan karya-karya terbaiknya, antara lain adalah Sayyid Quthb, Ibnu Taimiyah, dan juga Arswendo Atmowiloto. Dari tokoh-tokoh di atas dapat diketahui bahwa meski secara fisik terkungkung dan terbelenggu di balik jeruji penjara, namun pikiran dan jiwa para pesohor tersebut tetap bebas mengembara seperti orang merdeka. Sejarah mencatat, penjara dan pembuangan justru telah banyak melahirkan pikiran-pikiran yang berharga dari orang-orang besar di Indonesia, bahkan juga dunia. ***
Sumber Rujukan;
[1] Tokoh-tokoh di Wikipedia id.wikipedia.org Diakses pada 21 November 2014
[2] Gambar ilustrasi wikimedia.org Diakses pada 21 November 2014
[…] keturunan pasangan Suhirdjan dan Joan Miyo Suyenaga yang memiliki profesi sebagai penyanyi, pianis, dan juga penulis lagu. Kemampuannya yang melebihi kebanyakan orang itu bahkan telah ditunjukkan semenjak Lani masih […]
[…] nuSaat dipenjara di Bastille tahun 1717-1718, Francois-Marie Arouet menulis naskah pertamanya berjudul Edipe dan pertamakali pula menggunakan nama Voltaire […]
[…] Saat dipenjara di Bastille tahun 1717-1718, Francois-Marie Arouet menulis naskah pertamanya berjudul Edipe dan pertamakali pula menggunakan nama Voltaire […]
[…] [Baca juga: Beberapa Tokoh yang Tetap Menulis Meski Berada di Balik Jeruji Penjara] […]