Andre Graff: Warga Prancis, Tukang Gali Sumur di Tanah Sumba

4
9134
Andre Graff Bule Perancis Tukang Gali Sumur di Tanah Sumba

Menjadi kewajaran apabila sesorang bisa tertarik pada satu hal karena kencantikan pun keindahannya. Hal itu sebagaimana pasangan lawan jenis, pria bis atertarik kepada wanita tentu saja karena ada alasan tersendiri atas ketertarikannya tersebut. Begitu pula sebaliknya, wanita mampu mengagumi pasangan prianya tentu saja karena ada satu hal yang bisa menjadikan hatinya tertambat.

Analogi seperti itu kenyataannya tak hanya berlaku pada manusia ataupun binatang saja, pasalnya ada banyak alam yang bisa memberikan rasa ketertaikan kepada makhluk Tuhan lainnya, baik binatang ataupun manusia. Ketertarikan itu terjadi pada sosok laki-laki asal Prancis yang tertambat hatinya pada satu daerah timur Nusantara dan lantas mendedikasikan hidupnya di sana. Ialah pria asal Prancis bernama Andre Graff.

Siapa Andre Graff itu?

Andre Graff adalah seorang warga Prancis, tepatnya kelahiran Alsace – Munster – Prancis tanggal 24 Juli 1957 yang berprofesi sebagai pilot balon udara namun ia lebih memilih meninggalkan negara asalnya dan juga meninggalkan segala kemapanan hidup di negerinya demi berpetualang dan lalu menetap di sebuah wilayah timur Indonesia, yaitu daerah Sumba Barat, Provinsi Nusa Tenggara Timur.

Pria alumni Fakultas Biologi, Universitas Strassbourgh, Prancis ini adalah sosok yang pernah melewati karier sebagai pelatih pilot dan juga pemimpin sebuah perusahaan pariwisata. Tahun 2003 ia memutuskan resign dari segala pekerjaannya di Perancis dengan alasan menderita penyakit Lymd atau boreliose, satu penyakit yang disebabkan serangan virus serangga yang masuk pada aliran darah, yang bisa saja menyebabkan kematian karena kemampuannya mematikan syaraf otak.

  • Profesi Pilot Balon Udara

Tak sekedar berprofesi sebagai pilot balon udara saja, karena Graff sejatinya juga telah puluhan tahun memimpin sebuah perusahaan balon udara demi mendukung pariwisata di Perancis. Oleh karenanya, pegunungan Alpen menjadi salah satu tempat yang sangat dihapalnya.

Pengalaman menjadi pilot balon udara membuatnya tahan banting, karena selain harus tahan dengan tantangan arah mata angin yang tak menentu, ia juga harus memahami tentang ilmu aerologi, meteorologi, dan klimatologi. Pengetahuan itu akan sangat membantu profesinya, karena dengan pengetahuan yang ada saja terkadang ia juga masih menemukan kendala dalam menembuh tujuan. Sebagai contoh adalah akibat adanya angin yang berubah arah secara mendadak, maka ia justru harus mendarat di tempat lain.

Namun tantangan itu tetap dihadapi Graff dengan tenang dan senang, karena dengan begitu justru ia bisa berlaku sebagai tourist sesungguhnya yang bisa menikmati anugerah terindah dari Sang Pencipta.

  • Diawali Menjadi Turis di Bali

Meski pekerjaannya selalu bersinggungan dengan dunia pariwisata, namun Graff tetap hendak melakukan perjalanan wisata ke satu tempat yang jauh dari tanah kelahiran. Maka tahun 1990, Pulau Bali adalah salah satu lokasi wisata yang dipilih Graff untuk bertamasya.

Di pulau Dewata, Graff bersama beberapa wisatawan sing lainnya menyewa perahu layar guna menjelajahi pulau-pulau yang berada di sebelah timur Bali.     Sabu Raijua, Sumba, Solor, Lembata, Alor, Kepulauan Riung, dan beberapa wilayah lain di Nusa Tenggara Timur (NTT), adalah lokasi yang sempat dituju oleh beberapa turis asing yang memiliki berbagaimacam latarbelakang tersebut.         Selain Graff yang memiliki profesi sebagai pilot balon udara, ada pula turis asing yang berprofesi sebagai ahli pertanian, dokter bedah, dan juga ahli planologi.

Dari penjelajahan tersebut, mereka acap mengambil gambar photo pada sejumlah aktivitas masyarakat lokal, yaitu yang meliputi budaya, adat istiadat serta tradisi. Tatkala mengabadikan kegiatan masyarakat tersebut, Graff melontarkan sebuah janji bahwa ia bakal mengirimkan foto-foto hasil jepretannya kepada warga setempat.

Keberadaan foto yang menunjukkan bahwa terdapat lebih dari 3.547 lembar foto dengan berat sebesar 25 kilogram, membuat Andre Graff berniat untuk mengirimkannya sendiri kepada sejumlah masyarakat. Hal itu didasari atas keraguannya ikhwal bakal sampai atau tidak paketnya tersebut kepada yang dituju, mengingat tujuan pengiriman adalah tempat yang sangat terpencil. Oleh karenanya, demi memenuhi janji, maka pada bulan Agustus 2004, ia berangkat sendiri membawa paket foto-foto tersebut menuju ke Nusa Tengara Timur.

Singgah di Kampung Adat Ledetadu

Tahun 2004, selain mengirimkan paket-paket foto, Andre Graff tetap memiliki tujuan berpetualang di seputar Nusa Tenggara. Hingga setahun kemudian, yaitu bulan Juni 2005 ia pergi ke satu daerah bernama Sabu Raijua dan tertarik bergabung dengan masyarakat setempat untuk menjalani kehidupan pada sebuah kampung adat, yaitu kampung adat Ledetadu yang masih memiliki nilai-nilai tradisi sangat terjaga.

  • Prihatin Tiada Air Bersih

Satu sisi Graff merasa takjub dengan masyarakat yang tetap menjaga kelestarian alam dan juga merawat adat-istiadat leluhur, namun di sisi lain ia merasa prihatin karena menjumpai kehidupan masyarakat yang masih terkendala dengan adanya ketiadaan air bersih.

Hatinya terketuk ketika menyaksikan para perempuan dan anak-anak kecil harus berjalan kaki terengah-engah akibat menempuh perjalanan berkilo-kilometer dan juga mendaki gunung demi memperoleh air untuk keperluan sehari-hari. Kesusahan mendapatkan air yang memakan waktu hingga lebih dari 3 jam setiap harinya itu akan sangat nampak dari peluh dan keringat warga yang bercucuran akibat tersengat terik di siang bolong.

Dari sini Graff juga menyaksikan bahwa akibat tiadanya air bersih ini maka anak-anak kecil juga tidak mandi, sementara kebanyakan masyarakat pada akhirnya juga melakukan MCK secara sembarangan. Keadaan ini tak pelak hanya menimbulkan serangkaian penyakit yang menimpa warga di perkampungan adat itu sendiri. Sebagai contoh adalah bisul, TBC, malaria, gatal-gatal, dan masih banyak lagi. Keprihatinan itu pada akhirnya membuat Graff sukarela turun tangan untuk membantu warga demi mengatasi kesulitan dalam mendapatkan air.

  • Perjumpaan dengan Pastor Frans Lakner, SJ

Segala cara dipikir dan ditempuh Andre mengenai permasalahan air yang dihadapi warga tersebut. Hingga pada akhirnya ia bertemu dengan seorang pastur bernama Frans Lakner, SJ. Dari pertemuannya dengan sang Pastor yang telah mengabdikan hidupnya di Sabu selama 40 tahun itu, Andre Graff memperoleh cara mencari air tanah dan juga cara membuat sumur serta memasang gorong-gorong yang menggunakan bahan dari beton.

Gorong-gorong itu diterapkan selain mampu bertahan hingga bertahun-tahun lamanya, juga agar air tidak mudah terkontaminasi dengan kotoran ataupun lumpur.

Andre Sumur

“Bagaimana satu keluarga bisa mengalami kemajuan apabila urusan air saja memakan semua energi dan waktu yang mereka miliki?”

Kalimat di atas menjadi modal pemikiran Andre Graff demi memajukan warga. Oleh karenanya Andre mantab dengan apa yang telah didiskusikan bersama Pastor Frans Lakner, SJ. Ia hendak merealisasikannya.       Langkah awal yang ditempuh Andre adalah kembali menuju ke Lededatu, Sumba, Nusa tenggara Timur, dan lalu memesan alat untuk membuat sumur.

Langkah membuat sumur ini berhasil memberikan harapan bagi banyak orang, karena dari sana bisa dilihat hasilnya yang mampu mengeluarkankan air hingga bisa mengakomodasi kebutuhan 1.250 keluarga. Selain untuk keperluan sehari-hari, baik di dapur ataupun MCK, dengan adanya sumur buatan Andre ini beberapa warga juga bisa menanam buah dan sayur-sayuran, baik jagung, kacang, dan umbi-umbian lain di sekitar rumah. Bahkan sebagian dari mereka juga telah bisa menjual hasil kebunnya ke pasar guna membeli beras dan kebutuhan lain.

Dari 2005 hingga tahun 2007 terhitung ada sejumlah 25 sumur yang telah tersedia menyebar di tiga desa. Bukan saja membuatkan sumur kepada warga, Andre Graff juga mengajarkan masyarakat setempat untuk mencari air, menggali, dan membuat gorong-gorong yang berkualitas. Bahkan ilmunya otu juga terus dia tularkan kepada warga di desa-desa di sekitar Ledetadu dan Namata.    Dari sinilah maka Andre Graff oleh masyarakat setempat juga lebih dikenal dengan julukan Andre Sumur.

  • Pindah ke Lamboya, Sumba Barat

Keberhasilan pertama semakin membuat Andre bersemangat untuk membuat proyek sumur lanjutan. Ketika warga Sabu Raijua telah mampu membikin sumur sendiri, maka pada akhir tahun 2007 Andre memutuskan untuk hijrah menuju Lamboya, salah satu daerah di Sumba Barat. Tepatnya di Kampung Waru Wora, Desa Patijala Bawa, Lamboya – Sumba Barat.

Di Lamboya, Andre Sumur bertempat tinggal dengan seorang Kepala Suku atau lebih dikenal dengan istilah ‘Rato,’ dan kemudian tetap melanjutkan misinya dalam membuat sumur untuk warga. Bahkan di kampung ini ia juga membentuk satu kelompok yang beranggotakan sembilan pemuda dengan program kerja membuat gorong-gorong. Mereka tergabung dalam kelompok GGWW, yaitu “Gorong-gorong Waru Wora.”

Dari komunitas GGWW ini, selain membangun sumur, Andre juga mengembangkan sayapnya yaitu berupa pembuatan filtrasi air, dengan tujuan agar masyarakat bisa langsung menikmati air sumur tanpa memasaknya lebih dulu. Hal itu didasari pada penghematan waktu, dan juga pengurangan kerusakan serta pencemaran lingkungan sebab masyarakat tidak akan lagi butuh memasaknya menggunakan kayu bakar.

  • Tenaga Surya

Langkah Andre dalam meminimalisir terjadinya polusi juga dilakukan dengan cara memanfaatkan energi matahari guna menaikkan air dari lembah menuju ke permukaan dan disebarkan ke area perkampungan. Demi mendapatkan pengetahuan mengenai hal itu, maka Andre juga tak sungkan untuk pergi ke pulau Bali dan menjumpai seorang ahli tenaga matahari di Denpasar. Selanjutnya mereka bersama-sama melakukan evaluasi terhadap air sumur dan permukiman warga Sumba, hingga terbentuklah Pilot Project Waru Wora (PPWW) yang kali ini memiliki proyek berujud sinar sel.

Tak selancar yang dibayangkan, pada kondisi ini meskipun telah memperoleh bantuan sebesar Rp 330 juta dari Rotary Club Belanda, namun Andre Graff masih sangat kekurangan modal, karena itu belum cukup dan ternyata masih memerlukan dana sebanyak Rp 500 juta lagi untuk mewujudkan proyeknya. Langkah lain ditempuh oleh Graff, yaitu dengan menyelenggarakan pameran photo di Jakarta dan Denpasar bertemakan orang-orang Sumba dan Sabu Raijua. Meski foto-foto itu juga tak laku, beruntung Graff sempat bertemu dengan orang dari Shimizu yang bersedia membantu pompa, pipa, tangki air, dan bahan lain.

Dengan bersusah-payah proyek ini tetap dijalankan semampunya, seetelah sempat mendapatkan dana tambahan dari salah seorang teman Graff sebesar Rp 50 juta, dan juga dari Bupati Sumba Barat sebesar Rp 65 juta.

Proyek memanfaatkan tenaga surya ini memang memakan biaya sangat besar karena ada yang memakan biaya sangat mahal darinya yaitu wujud solar sel berukuran 6 meter x 6 meter yang berfungsi untuk menampung energi matahari guna menaikkan air berketinggian 1.300 meter dan dengan jarak 110 meter.

Kehidupan Andre Graff

Segala aktivitas di Tanah Sumba ini dilakukan oleh Andre Graff dengan kesadaran penuh tanpa mengejar profit. Karena kenyataannya ia harus banyak mengeluarkan biaya demi menjalankan misi-misinya, sebagai contoh adalah harus mengeluarkan dana sendiri sebesar 22 juta rupiah setiap tahun demi biaya visa, sedangkan demi kehidupan sehari-hari dan juga menambah biaya kerja, iapun rela merogoh kocek pribadi yang salah satunya didapatkan dari hasil sewa rumahnya di Prancis sana.

Andre Graff yang sama sekali tak memiliki darah Nusantara ini ternyata telah tak berhitung dalam memberikan sumbangsih terhadap warga. Itu semua semata-mata adalah nilai kemanusiaan yang tetap mendorong tanpa sekat-sekat perbedaan, paham anarkisme yang meniadakan negara, apalagi saat negara alpha, sangat kental terasa di sini. Bisa dikatakan kehidupan Andre Graff akan terasa lebih aman dan nyaman apabila ia tinggal dan menetap di negeri asalnya, namun itulah pilihan hidup yang tak pernah disesalinya.

Andre tak pernah merasa menyesal dengan keberadaannya meski ia juga tak pernah bercita-cita memilih hidup di Sumba. Lebih dari itu, Andre sekarang menyadari bahwa dirinya juga tidak bisa lari dan tidak mau lari dari kenyataan hidup. Inilah cerita hidup. Memantabkan argumennya, jika kelak meninggal, Andre juga berkeinginan untuk dikuburkan di Sumba bersama rakyat-rakyat jelata yang sangat dihormatinya. Bahkan Andre juga telah menandatangani surat persetujuan dengan Kedutaan Besar Prancis agar jasadnya tidak dikirim pulang ke Prancis. [uth]

Sumber Rujukan:

[1] ANDRE GRAFF: Mapan Di Prancis, Pilih Jadi Penggali Sumur Di Sumba bali.bisnis.com Diakses pada 27 November 2014

[2] Andre Graff “Penggali Sumur” untuk Warga Sumba internasional.kompas.com Diakses pada 27 November 2014

[3] Gambar ilustrasi intisari-online.com Diakses pada 27 November 2014

Berbagi dan Diskusi

4 COMMENTS

  1. […] Karena tuntutan perkembangan dan kemajuan jaman, modernisasi merupakan hal yang tak bisa dibendung lagi. Hal tersebut berlaku di segala lini, termasuk diantaranya adalah pada dunia internet. Semakin hari semakin banyak yang memanfaatkan internet, bukan saja sebatas pasif sebagai konsumen, namun juga sebagai produsen. Sehingga hal tersebut juga semakin mempengaruhi penggunaan alamat URL. […]

LEAVE A REPLY

Please enter your comment!
Please enter your name here