Daftar Isi
Meskipun masih membekas sebagai daerah yang gersang pun tandus, Gunung Kidul masa kini sudah tak bisa lagi disamakan dengan status yang disandangnya beberapa tahun lampau. Karena Gunung Kidul sekarang telah membuka hutan kelabunya dan juga sudah menggali potensinya.
Gunung Kidul yang pada masa lalu sebatas dikenal dengan makanan berbahan singkong bernama gaplek, kini telah berubah menjadi area yang kaya potensi wisata. Baik itu wisata alam ataupun wisata sejarah. Bahkan karena ditengarai memiliki potensi ilmiah, setiap suudt Gunung Kidul kini juga acap dijadikan tempat penelitian bermacam disiplin ilmu.
Penelitian Berbagai Disipllin Ilmu
Sepertinya sudah tak terhitung jumlah para peneliti yang datang dan lalu bekerja dengan sampling yang sumbernya dari daerah Gunungkidul. Dari ilmu biologi, arkheologi, sosiologi, bahkan juga excact. Dari penelitian-penelitian yang dilakukan, ada banyak hal yang memberi manfaat lebih bagi banyak pihak. Termasuk masyarakat Gunung Kidul itu sendiri. Salah satu contohnya adalah terbangunnya tempat wisata Gunung Api Purba Nglanggeran, dan juga Embung intuk penampungan air di seputar kebun buahnya.
Penemuan Fosil Hewan Purba
Alam menjadi sahabat bagi siapa saja. Termasuk manusia. Oleh karenanya alam akan menjadi ramah ketika lingkungan yang menyambanginya juga berlaku ramah. Sebaliknya, bukan tidak mungkin alam juga akan membawa bahaya apabila manusia berlaku tak ramah padanya.
-
Bambang Sukita
Pada sebuah area yang jarang disambangi manusia, keaslian alamnya tentu saja masih jelas nyata. Dan karena belum banyak tangan-tangan luar yang menyentuhnya, maka bukan tidak mungkin akan terdapat hal yang berbeda dari biasanya. Area itu sebagaimana yang dipijak oleh sosok lelaki Gunung Kidul bernama ‘Bambang Sukita’ .
Maraknya orang memiliki hobi batu akik, membuat Bambang Sukita rajin berpetualang ke area-area yang memungkinkan ia memperoleh buruannya. Namun di penghujung tahun 2014, saat berburu bahan batu akik di tepi sungai Oyo –dekat objek wisata Goa Pindul, Bambang justru menemukan satu barang langka berujud tulang binatang yang keberadaannya nampak telah ratusan tahun lamanya.
-
Binatang Berkaki Empat “Bovidae”
Tepatnya di delta Kali Oya di Dusun Sokoliman, Desa Bejiharjo, Karangmojo, Gunung Kidul, Bambang menemukan dua buah tulang sendi paha (depan) binatang berkaki empat, dan juga gigi geraham. Selanjutnya Bambang melaporkannya kepada pihak terkait, yang kemudian ditindaklanjuti oleh para petugas di Balai Arkeologi Yogyakarta.
Setelah dilakukan penelitian lebih lanjut, pada hari Senin 19 Januari 2014, pihak Balai Arkeologi Yogyakarta melalui Kepalanya yang bernama Siswanto memberikan keterangan bahwa benar adanya obyek penemuan itu adalah fosil asli yang diduga merupakan ujung tulang persendian Bovidae, yaitu hewan purba sejenis kerbau, banteng, ataupun sapi.
Usia Fosil Lebih dari 800 Tahun
Fosil berujud tulang binatang ini ditengarai berusia antara 800.000 hingga satu juta tahun. Sehingga folil binatang tersebut usianya tak jauh selisihnya dengan manusia purba Homo erectus yang juga dimulai pada fase 1,6 juta tahun hingga 150.000 tahun lalu.
Melihat penemuan itu, sudah sepantasnya kita tetap menjaganya. Karena tak bisa dipungkiri lagi bahwa itu adalah bagian dari bukti bahwa sejatinya kita telah memiliki peradaban masa lampau yang cukup menarik untuk dikaji sejarahnya.
Lokasi Gunung Sewu Perbukitan Seribu
Siswanti yang berlaku sebagai Kepala Balai Arkeologi Yogyakarta juga menyatakan bahwa penemuan fosil binatang di sepuatarn sungai Oyo ini serupa dengan fosil-fosil yang ditemukan di Sungai Baksoka di Pacitan, Jawa Timur.
-
Taman Firdaus
Jika mengacu pada lokasi penemuan fosil ini, maka ada satu pemaparan yang bisa dikutip dari satu tulisan seorang ahli biologi yang pernah mengadakan penelitian tahun 1830. Ditulis bahwa pada masa ratusan tahun hingga jutaan tahun silam, kawasan Gunung Sewu yang juga meliputi area Pacitan pun Gunung Kidul ini, bagaikan Taman Firdaus dengan pemandangan alam beserta para penghuninya yang sungguh menakjubkan. dijumpai akasia berlatar belakang langit biru indah.
-
Wilayah Purba
Dalam catatan sejarah geologi ada yang menyatakan bahwa Gunung Kidul yang juga menjadi bagian dari Perbukitan Seribu menjadi bagian dari wilayah purba yang terbangun pada jutaan tahun silam. Hal ini dibuktikan dengan merebaknya ribuan bukit karst yang membentang di kawasan selatan. Ribuan bukit karst itu terbentuk tak lain adalah dari akibat proses pengangkatan lempeng Euroasia di wilayah Jawa bagian selatan oleh lempeng Australia. Sedangkan mengenai manusia yang menempatinya, diperkirakan kehidupan itu dimulai sejak masa Pleistosen Akhir sampai dengan masa Holosen Awal.
Manusia purba itu berkelompok dan lalu menghuni ceruk ataupun gua di daerah karst. Terdapatnya lebih dari 40 gua ataupun song memperkuat keyakinan ini.
Sedangkan mengenai ras manusia prasejarah yang masuk ke Gunungkidul ini adalah berasal dari Australomelanesid, yang bawalnya ada di daerah Pacitan, Jawa Timur, namun kemudian bermigrasi melalui lembah-lembah karst Wonogiri, dan selanjutnya mencapai pesisir pantai selatan melalui aliran air Sungai Bengawan Solo Purba dengan muaranya ada di Pantai Sadeng. Selain itu, sebagian dari mereka juga menuju arah utara, dan lalu memasuki cekungan Baturetno, kemudian menyusuri alur Kali Oya. [uth]
Sumber Rujukan:
[1] Tiga Fosil Hewan Purba Ditemukan di Gunung Kidul kompas.com Diakses pada 22 Januari 2015
[2] Lokasi Temuan Fosil Bak Taman Firdaus Jutaan Tahun Lalu kompas.com Diakses pada 22 Januari 2015
[3] Gambar ilustrasi kompas.com Diakses pada 22 Januari 2015
[…] Sejarah kegeologian menyatakan bahwa Gunung Kidul yang menjadi bagian dari Bukit Seribu menjadi bagian wilayah purba yang terbangun pada jutaan tahun silam […]
[…] Sejarah kegeologian menyatakan bahwa Gunung Kidul yang menjadi bagian dari Bukit Seribu menjadi bagian wilayah purba yang terbangun pada jutaan tahun silam […]
[…] yang dipaparkan dalam media “Oddity Central,” pada awal tahun 2014 binatang melata berukuran besar itu merayap di atas tanah dan mengandalkan kadar tanah demi menghabiskan […]
[…] syukur nikmat yang digambarkan melalui seni, dan diselaraskan dengan harmoni, baik antara manusia dengan alam, alam dengan Tuhan, ataupun manusia dengan Tuhan. […]
[…] acap dikonsumsi manusia. Menjadi familiar adalah juga bisa kita lihat di mana saja, baik sebagai taman di seputar tempat tinggal karena memang indah bunganya, ataupun di kebun yang tak diketahui […]