Bulgur: Makanan Pasca Kemerdekaan yang Identik Dengan Kemiskinan

2
30701
Hamburger - Bulgur: Makanan Pasca Kemerdekaan yang Identik Dengan Kemiskinan

BULGUR merupakan jenis makanan pokok yang mulai dikenal masyarakat nusantara pada akhir era 60-an, yuaitu satu makanan berasal dari biji gandum jenis Triticum yang ditumbuk kasar dan kemudian dikeringkan.    Latarbelakang pengelannya pada masyarakat nusantara itu tak lain adalah merebaknya bencana kelaparan,  yang selanjutnya pihaka pemerintah berusaha menanganinya dengan cara mendatangkan bulgur dari negeri Paman Sam, Amerika Serikat (AS).

Sebagai bukti kasat mata dari bulgur tersebut adalah terdapatnya iklan bulgur  yang diterbitkan koran Indonesia Raya , 1 Februari 1969.

Badan Pengembangan Pemakaian Bulgur (BPP)

Iklan Bulgur Harian Indonesia Raya 1 Februari 1969
Iklan Bulgur Harian Indonesia Raya 1 Februari 1969

Trun tangannya pemerintah dalam bencana kelaparan adalah pembentukan Badan Pengembangan Pemakaian Bulgur (BPP) sebagai tempat guna mewadahi para pedagang besar swasta untuk yang menyalurkan bulgurnya ke masyarakat.

Dalam hal ini, BPP juga diwajibkan untuk berkoordinasi dengan BULOG (Badan Urusan Logistik) yang dibentuk tanggal 10 Mei 1967 berdasar keputusan presidium kabinet No.114/U/Kep/5/1967, dengan tujuan pokok mengamankan penyediaan pangan demi menegakkan eksistensi pemerintahan baru. [Baca juga: Mitra Desa: Sistem Informasi Desa untuk Tata Kelola Pemerintahan Desa]

Dipolitisir Sebagai Makanan Miskin

Tujuan pokok; mengamankan penyediaan pangan demi menegakkan eksistensi pemerintahan baru, merupakan kalimat yang harus digarisbawahi, karena hal itu kenyataannya menjadikan kehadiran bulgur sangat politis. Salah satunya adalah asumsi tentang bulger yang diidentikan dengan makanan orang miskin yang tiada kemampuan membeli beras.

  • Kutipan Mochtar Lubis

Keadaan itupun tak pelak juga dikutip ke dalam sebuah tulisan yaitu oleh Pemimpin Redaksi  surat kabar Indonesia Raya, Mochtar Lubis. Bahwa dalam tajuk rencananya, ia menyindir pihak pemerintah –khususnya BULOG–  dengan kalimat; “Karena BULOG amat lambat dalam melakukan pembelian di pasaran dunia, maka apa boleh buat, bulgur pun jadi.”    Kalimat itu sebagaimana terkutip dari buku Tajuk-Tajuk Mochtar Lubis di Harian Indonesia Raya 2 buah tangan Atmakusumah.

Misionaris

Sedangkan dalam buku Nutrition and Development yang disunting oleh Margaret R. Biswas dan Per Andersen tahun 1985, Selo Sumarjan memiliki pendapat lain, bahwa ide mengimpor bulgur diinisiasi oleh para misionaris Kristen dengan tujuan guna menolong rakyat yang kelaparan. Bulgur yang awalnya diimpor dari Amerika Serikat dan lalu didistribusikan sebagai makanan pendamping nasi ini, selanjutnya diterima oleh pemerintah sebagai wujud bantuan kerjasama bilateral antara Amerika dan Indonesia. [Baca juga: Inilah Burung-Burung Manyar Sebagai Refleksi Kisah Cinta Pada Masa Revolusi Indonesia]

Terkutip dari data yang dimiliki lembaga bantuan AS, USAID (United States Agency for International Development,  negeri Paman Sam telah memberikan bantuan pangan kepada pihak Indonesia yaitu sejak tahun 1954, termasuk pada masa pemerintahan Soekarno yang sangat antiAmerika.       Dan bulgur adalah salah satunya selain beras.

Identik Dengan Kemiskinan

Menyikapi datangnya makanan burger ini, ada dua hal yang ditunjukkan masyarakat Indonesia dalam menyikapinya. Menolak keras dan menerimanya dengan tangan terbuka.

Bagi yang memiliki sikap menolak, salah satu alasannya karena mereka tak bersedia dikatakan bahwa penduduk Indonesia merupakan warga miskin. Faktor ketidak-biasaan menjadikan proses memasak bulgur juga relatif lebih sulit, karena harus melalui proses perendaman bahan bulger selama semalaman.        Begitupun bagi para aparat pemerintah yang menerima bulgur sebagai komponen gaji, mmereka justru memilih menjualnya dan kemudian tetap berusaha membeli beras meski harganya masih membumbung tinggi.   Anggapan bahwa bulgur merupakan makanan orang miskin itu juga diperkuat oleh pengakuan para isteri diplomat Amerika yang tak terbiasa memakan bulgur.

Tak hanya itu, stigma buruk terhadap bulgur terjadi karena pemerintah mengimpor bulgur sebagai makanan manusia, padahal di Amerika sendiri asupan itu justru merupakan pakan kuda.     Ditambah lagi bahan bulgur yang berasal dari biji gandum durum merah dengan kulit ari yang keras dan sulit dicerna (kecuali direndam seharian), sehingga saat memakannya akan terasa seret sekali.    Oleh karenanya, bakal menjadi lebih enak jika mengonsumsinya tetap dicampur dengan nasi, jagung, ataupun singkong. [Baca juga: Cara Memanfaatkan Daun Singkong Untuk Pengobatan]

Bisa Menerima Konsumsi Bulgur

Empat ataupun lima tahun setelah masa penolakan tersebut, pada akhirnya bulgur bisa diterima tanpa stigma miskin. Yaitu setelah munculnya bulgur dengan kemasan berujud biskuit .         Bulgur kemasan biscuit ini awalnya memang hanya sebatas digemari kalangan anak-anak, namun seiring berjalannya waktu orang dewasa dan tua juga menyukainya. Bahkan di beberapa negara Timur Tengah, makanan bulgur ini juga masuk sebagai jenis makanan favorit yang terkenal dengan nama “Middle Eastern pasta.”

Tingginya kadar serat dan terdapatnya biji sereal pada bulgur sejatinya menjadikan pencernaan yang mengonsumsinya juga terjaga.

Menu Diet

Dan terlepas identik dengan miskin ataupun tidak, ketika tak banyak lagi orang yang menolaknya, justru burgur saat ini menjadi makanan yang disarankan bagi mereka yang sedang menjalani program diet. [Baca juga: Tak Disarankan Konsumsi Teh Berlebihan Ketika Sahur Puasa dan Diet]

Organisasi yang menangani tentang gandum di negeri Paman Sam bahkan memaparkan bahwa bulgur memiliki kandungan serat yang lebih tinggi dibandingkan dengan serat yang terdapat dalam oat (biji oat), milet (sorgum), jagung, buckwheat (biji-bijian mirip gandum), dan juga quinoa, yaitu sejenis padi-padian yang dikembangkan di Andes.

Apabila dahulu banyak ditemukan karena keberadaannya memang sebagai pengganti beras dalam rangka meminimalisir orang kelaparan, sayangnya kini burgur menjadi makanan yang bisa dibilang “langka.” Karena saat ini agak sulit mencari bulgur di Indonesia.  Harga yang lebih mahal daripada beras, dan juga gengsi ‘kesehatan’ menjadi beberapa alasannya.   Hanya saja berbagai jenis makanan yang berasal dari gandum masih banyak tersedia dan bisa dengan mudah ditemukan. [uth]

Rujukan:
[1] Makan Bulgur, pikiran-rakyat.com Diakses pada 21 Agustus 2015
[2] Gambar ilustrasi, linanursanty.com dan pixabay.com Diakses pada 21 Agustus 2015

Berbagi dan Diskusi

2 COMMENTS

LEAVE A REPLY

Please enter your comment!
Please enter your name here