Mengenal Ragam Motif Batik Khas Magelang

0
8516
motif batik magelang
Foto: Iwing Batik Kebonpolo.

Badan PBB untuk Pendidikan, Keilmuan dan Kebudayaan atau UNESCO telah mengakui batik sebagai warisan budaya dunia yang berasal dari Indonesia. Batik ditetapkan sebagai Warisan Kemanusiaan untuk Budaya Lisan dan Nonbendawi (Masterpieces of the Oral and the Intangible Heritage of Humanity) pada 2 Oktober 2009.

Di antara keragaman dan kekayaan batik Indonesia, Kota Magelang, Jawa Tengah menjadi salah satu daerah penghasil batik dengan keragaman corak khasnya. Daerah yang memiliki slogan sebagai Kota Sejuta Bunga ini memiliki beragam motif batik khas yang merepresentasikan sejumlah ikon yang memiliki kaitan erat dengan sejarah dan perkembangan daerahnya.

Redaksi Ensiklo.com mewawancarai Iwing Sulitiyawati, perajin batik di Kelurahan Wates, Kecamatan Magelang Utara, Kota Magelang. Pemilik Iwing Batik Kebonpolo ini menjadi perajin batik yang mencipta motif batik khas Magelang sendiri dan mengaplikasikannya pada kain batik yang ia produksi. Berikut ini ragam motif batik khas Magelang yang redaksi rangkum.

Motif Water Toren

motif batik magelang
Foto: Iwing Batik Kebonpolo.

Motif batik water toren merepresentasikan bangunan menara air yang merupakan bangunan bersejarah peninggalan masa kolonial yang berada di Alun-Alun Kota Magelang. Menara air yang memiliki tinggi 21,2 meter dan luas 395,99 meter ini dalam bahasa Belanda disebut sebagai “water toren” dan nama inilah yang populer sampai sekarang. Menara air ini juga memiliki sebutan lain di kalangan masyarakat, yakni disebut sebagai Kompor Raksasa karena bentuk bangunannya yang mirip dengan kompor minyak.

Menara air atau water toren dibangun oleh seorang arsitek berkebangsaan Belanda yang bernama Herman Thomas Karsten. Menara yang mampu menampung 1.750 juta liter air ini mulai dibangun pada tahun 1916, dan secara resmi beroperasi melayani masyarakat pada tanggal 2 Mei 1920.

Sampai sekarang bangunan menara air peninggalan masa kolonial ini masih berdiri kokoh dan berfungsi sebagai bangunan penampungan air. Pengelolaannya saat ini berada di bawah pengelolaan Perusahaan Daerah Air Minum (PDAM) Kota Magelang. Motif batik water toren menjadi salah satu upaya mengenalkan water toren sebagai ikon bangunan bersejarah Kota Magelang. [1]

Baca: [ Inilah Beberapa Warisan Budaya Indonesia yang Telah Diakui Dunia ]

Motif Magelang Sejuta Bunga

motif batik magelang
Foto: Iwing Batik Kebonpolo.

Motif batik Magelang sejuta bunga merepresentasikan Kota Magelang melalui corak ikon water toren berpadu dengan corak bunga teratai yang melambangkan kedamaian. Motif ini memiliki makna bahwa Kota Magelang merupakan kota yang indah dengan sejuta bunga dan merupakan kota yang damai.

Motif Magelang sejuta bunga erat kaitannya dengan sejarah Kota Magelang. Pada masa kolonial, Kota Magelang memiliki julukan sebagai “Tuin Van Java” yang memiliki arti Kota Kebun atau Tamannya Pulau Jawa. Julukan ini disematkan pada Kota Magelang lantaran daerah ini memiliki taman-taman bunga indah yang menghiasi sudut-sudut kota.

Sejarah Kota Magelang sebagai “Tuin Van Java” menjadi acuan Pemerintah Kota Magelang mengganti slogan “Magelang Harapan” menjadi “Magelang Kota Sejuta Bunga”. Bunga dianggap sebagai simbol untuk merepresentasikan kebersihan, keindahan, ketertiban dan kenyamanan.

Motif batik Magelang sejuta bunga diciptakan dan dipopulerkan oleh Iwing Sulitiyawati. Iwing juga telah mengantongi hak cipta atau hak eksklusif bagi pencipta atas motif batik Magelang sejuta bunga.

Motif Gelatik Magelang

motif batik magelang
Foto: Iwing Batik Kebonpolo.

Motif batik gelatik Magelang terinspirasi dari burung gelatik madu yang merupakan satwa mungil maskot Kota Magelang. Burung kicau berukuran mungil sekitar 13 cm ini memiliki warna hitam pada leher dan kepalanya, pipi putih yang menonjol, bagian atas kehijauan dan bagian bawah kuning kehijauan.

Burung gelatik madu merupakan burung yang lincah dan aktif bergerak naik turun di puncak pohon dan permukaan tanah. Burung ini juga senang bergerombol dan bergerak bersama di persawahan. Sifat burung gelatik madu menjadi inspirasi lahirnya strategi perang gerilya Pangeran Diponegoro dan Jenderal Soedirman. Dalam catatan sejarah, kedua pahlawan ini memiliki kaitan yang sangat erat dengan Kota Magelang.

Baca: [ Mengenal Soetedja, Komponis Legendaris Pelopor Musik Modern Indonesia ]

Motif Kupat Tahu

motif batik magelang
Foto: Iwing Batik Kebonpolo.

Motif batik kupat tahu terinspirasi dari kuliner khas Kota Magelang, yakni kupat tahu. Kupat tahu merupakan menu makanan yang terbuat dari ketupat, mi, bakwan, irisan kol, dan tahu putih yang disajikan menggunakan perpaduan bumbu dalam kuah kacang.

Kuliner kupat tahu Magelang menjadi kuliner yang populer karena salah satu warung kupat tahu di Magelang menjadi langganan Presiden RI keenam, Susilo Bambang Yudhoyono. Motif batik kupat tahu menjadi salah satu motif yang unik dan bisa dibilang tidak lazim, lantaran jarang ada motif batik yang mengangkat ikon kuliner sebuah daerah.

Motif Kemuning

motif batik magelang
Foto: Iwing Batik Kebonpolo.

Tanaman kemuning merupakan salah satu ikon tanaman Kota Magelang yang menjadi inspirasi pembuatan motif batik khas Magelang. Pohon kemuning memiliki kaitan yang erat dengan sejarah perlawanan Pangeran Diponegoro terhadap Pemerintah Kolonial. Pohon kemuning pernah menjadi pohon peneduh oleh Pangeran Diponegoro ketika berjalan saat perang.

Pada masa perlawanan terhadap Belanda, Pangeran Diponegoro pernah melakukan perang gerilya di wilayah Magelang. Bahkan, penangkapan Pangeran Diponegoro juga dilakukan di Magelang yang dilakukan dengan cara tidak terhormat.

Baca: [ Salah Satu Masjid Tertua di Indonesia Ada di Banyumas ]

Jenderal Merkus De Kock menjebak Pangeran Diponegoro dalam sebuah perundingan di Wisma Residen. Penangkapan ini menjadi puncak perlawanan Pangeran Diponegoro terhadap Belanda sebelum Sang Pangeran ditangkap dan menjalani masa-masa pembuangan sampai akhir hidupnya di benteng Rotterdam, Makassar.[2]

Sumber Rujukan:

[1] Menara Air, blog Komunitas Kota Toea Magelang, diakses pada 18 November 2019.

[2] Rohim, Abdul. 2019. Kronik Perang Jawa 1825-1830: Penerbit SOCIALITY.

Video pilihan

Berbagi dan Diskusi

LEAVE A REPLY

Please enter your comment!
Please enter your name here