Piringan hitam telah menjadi bagian yang tak terpisahkan dari sejarah perkembangan musik di Indonesia. Sebagai media penyimpanan suara musik, kini piringan hitam tergantikan oleh media penyimpanan musik lain yang berevolusi mengikuti perkembangan zaman dan teknologi. Setelah munculnya kaset, CD, MP3 dan MP4, saat ini berkembang beragam aplikasi pemutar musik yang bisa diakses dengan mudah hanya bermodal smartphone.
Piringan hitam memang sudah tidak diproduksi lagi. Piringan hitam telah menjadi barang langka yang sulit dicari. Tak jarang, para penggemar piringan hitam harus memburunya di tempat-tempat penjual barang kuno atau barang antik, pasar loakan atau pasar barang bekas, hingga kadang di rumah-rumah orang yang masih menyimpannya. Lantaran masih memiliki banyak peminat yang mencarinya, tak heran jika harga jual piringan hitam kini melambung tinggi.
Piringan hitam mulai masuk ke Indonesia sekitar tahun 1950an. Pada masa itu, piringan hitam sudah menjadi barang yang mahal, apa lagi jika harus membeli dengan alat pemutarnya. Sekitar tahun 1957, piringan hitam mulai banyak digunakan sebagai alat perekam oleh para musisi Indonesia. Perusahaan rekaman yang memproduksi piringan hitam dan sempat berjaya pada masa itu adalah Lokananta di Surakarta dan Irama di Menteng. Beberapa artis seperti Koes Bersaudara, Titiek Puspa, dan Lilies Suryani merupakan artis-artis yang merekam lagunya menggunakan piringan hitam di perusahaan rekaman tersebut.
Mengenal Piringan Hitam
Piringan hitam adalah perekam suara yang dalam bahasa Inggris disebut sebagai gramophone record, phonograph record, atau vinyl record , merupakan sebuah media penyimpanan suara analog yang terdiri dari piringan pipih dengan alur spiral tertulis dan termodulasi. Piringan hitam berbentuk pipih dengan warna hitam, berisi rekaman-rekaman suara analog dalam bentuk spiral dan termodulasi (proses pengubahan gelombang pendukung untuk menyampaikan bunyi).
Piringan hitam mulai ada sejak tahun 1948. Ukuran piringan hitam dibedakan menggunakan hitungan rpm (rotation per minute) yang memiliki arti setiap satu menit piringan hitam berputar sebanyak angka yang menjadi ukurannya. Semakin besar diameter piringannya, semakin kecil ukuran untuk memutarnya.
Piringan hitam bisa diputar dengan beberapa alat, salah satunya adalah phonograph. Cara kerja piringan hitam sama di semua alat pemutarnya, yakni dengan menggunakan stylus yang berbentuk seperti jarum dan berada di pinggiran piringan hitam. Stylus berfungsi untuk mencatat simpangan gelombang suara yang direkam di piringan hitam dan kemudian meneruskannya ke alat pengeras suara. [1]
Di Indonesia, piringan hitam dibedakan menjadi dua jenis, yakni Vinyl dan Shellac yang masing-masing memiliki perbedaan pada bahan pembuat dan alat pemutarnya.
Baca: [ Manfaat Musik dan Lagu Klasik Bagi Kesehatan ]
Mengenal Vinyl
Vinyl merupakan piringan hitam yang dibuat dari bahan polyvinyl chloride, sesuai dengan namanya. Polyvinyl chloride adalah bahan kimia yang umumnya digunakan sebagai bahan pembuatan kabel, furnitur, mainan, jaket, celana, dan berbagai produk yang berhubungan dengan kesehatan. Vinyl umumnya memiliki diameter berkisar 7, 10, dan 12 inci. Ukuran tersebut menentukan kecepatan dari vinyl ketika diputar menggunakan record player atau turntable.
Biasanya, vinyl yang memiliki ukuran 10-12 inci diputar dengan kecepatan 33 ½ rpm, sedangkan vinyl 7 inci diputar dengan kecepatan 45 rpm. Namun ada pengecualian, ada beberapa jenis rekaman vinyl 10 atau 12 inci yang diputar dengan kecepatan 45 rpm, dan biasanya vinyl seperti ini berisi 1-3 lagu bolak-balik tiap sisinya, atau dianggap single.
Rekaman vinyl yang didengar dengan kecepatan 33 ½ rpm biasanya disebut Long Play (LP). Sedangkan rekaman dengan kecepatan 45 rpm biasanya merupakan rekaman pendek atau disebut Extended Play (EP), kadang juga disebut single di mana rekaman tersebut hanya memuat 1-2 lagu di kedua sisi.
Mengenal Shellac
Shellac merupakan piringan hitam yang dibuat dari sejenis bahan yang berasal dari air liur serangga yang tumbuh di hutan-hutan India dan Thailand. Bahan tersebut biasanya digunakan sebagai bahan untuk membuat medali, perhiasan, dan lainnya termasuk rekaman shellac atau rekaman gramofon. Piringan hitam shellac diproduksi jauh sebelum piringan hitam vinyl ada, yakni sekitar sejak tahun 1895 sampai sekitar tahun 1950-an.
Piringan hitam shellac tidak bisa diputar menggunakan alat pemutar turntable yang digunakan untuk memutar vinyl. Rekaman shellac memiliki kecepatan 78 rpm yang tidak bisa dimainkan pada turntable standar. Kalaupun beberapa pemutar khusus memilikinya, suara yang dihasilkan tidak akan bagus. Piringan hitam jenis shellac khusus diputar menggunakan alat gramofon atau phonograph. Shellac dengan kecepatan 78 rpm umumnya berdiameter 10 inci. Ada juga shellac yang berukuran 7 dan 12 inci. [2]
Baca: [ Mengenal Soetedja, Komponis Legendaris Pelopor Musik Modern Indonesia ]
Sumber rujukan:
[1] Perekam suara, Wikipedia Ensiklopedia Bebas, diakses pada 20 Maret 2020.
[2] Acum, Wahyu, #GILAVINYL Seluk-Beluk Mengumpulkan Rekaman Piringan Hitam, Penerbit Bhuana Ilmu Populer Kelompok Gramedia, Jakarta 2017.
Simak video pilihan kami: